Home > EKONOMI & BISNIS > Kalangan Industri Rokok Skala Kecil Bakal Terancam Kebijakan Kenaikan Cukai

Kalangan Industri Rokok Skala Kecil Bakal Terancam Kebijakan Kenaikan Cukai

KUDUS[SemarangPedia] – Kalangan industri rokok skala kecil sigaret keretek tangan (SKT) di sentra produksi Kudus dibayangi kekhawatirkan aktivitasnya bakal terhenti, akibat pukulan kebijakan Pemerintah yang setiap tahun menaikkan tarif cukai tembakau.

Ketua Forum Komunikasi Pengusaha Rokok Kecil (FKPRK) Agus Suparyanto mengatakan para pabrikan SKT kini aktivitasnya kembali bakal terancam dengan kebijakan kenaikkan tarif cukai tembakau yang akan diberlakukan mulai awal tahun depan.

Kalangan perusahaan rokok skala kecil itu, lanjutnya, kembali dihadang kebijakan yang kurang mendukung dan bakal mengancam kelangsungan usahanya diujung kebangkrutan.

Menurutnya, kebijakan Pemerintah dengan rencana menaikan tarif cukai rokok bakal menghadang aktivitas perusahaan rokok skala kecil (SKT) padat karya itu  diujung penutupan, jika mereka tidak mampu mempertahankan kelangsungan usahanya.

“Dengan kenaikan tarif cukai, rokok jenis SKT yang konsumennya berpenghasilan rendah bakal ditinggalkan dan mereka beralih memilih rokok yang dijual harga lebih murah, meski bukan produk rokok ilegal,” ujarnya.

Kondisi itu, dia menambahkan juga akan semakin mempersulit pabrikan SKT untuk menghidari terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan jumlah ribuan buruh. Saat ini di sentra produksi rokok Kudus jumlah buruh pabrikan rokok mencapai sebanyak 150.000 orang.

Dari jumlah tersebut, sekitar 100.000 lebih buruh bekerja di sektor SKT, sisanya  melakukan usaha di sektor Sigaret Kretek Mesin (SKM), percetakan dan bagian penjualannya. Mereka sejak bertahun-tahun menggantungkan hidupnya dengan bekerja sebagai buruh pabrikan rokok.

”Dampak kenaikan tarif cukai terhadap pekerja SKT dan komponen pelengkapnya sangat besar, bahkan nyaris hampir sebagian besar buruh rokok tidak memiliki ijazah pendidikan yang tinggi,” tuturnya.

Kekhawatirkan juga menyeliputi pemilik pabrik rokok (PR) Kembang Arum, MF Peter yang kini tengah berupaya mempertahankan sumber penghasilan bagi 100 pekerja yang sejak belasan tahun bekerja pada pabriknya.

”Semakin mahal harga rokok SKT, semakin sulit kami berkembang, karena daya beli masyarakat konsumen yang berasal dari golongan menengah ke bawah bakal menurun dratis,” ujar Peter.

Senada Ketua Harian Persatuan Perusahaan Rokok Kusus (PPRK) Agus Sarjono mengatakan kebijakan pemerintah dengan rencana menaikan tarif cukai rokok bakal menghadang aktivitas perusahaan rokok skala kecil atau golongan III b diujung penutupan, jika mereka tidak mampu mempertahankan kelangsungan usahanya.

Rokok Ilegal Bakal Merebak

Sementara perusahaan rokok skala besar, lanjutnya, atau golongan II mapupun golongan I kurang begitu berdampak signifikan, karena telah memiliki pangsa pasar cukup besar, meski harga penjualan bakal menyesuaikan kenaikan cukai.

“Kenaikan tarif cukai rokok itu dipastikan bakal diikuti oleh kenaikan harga jual rokok, meski pada akhirnya bakal mengakibatkan rokok ilegal dengan harga yang lebih murah semakin merebak di pasaran,” tutur Agus.

Peluang untuk menangkap konsumen, dia menambahkan terutama mereka yang tidak bisa mengikuti kenaikan harga rokok akan banyak memanfaatkan dengan memproduksi rokok ilegal.

Pemerintah berencana akan menaikkan tarif cukai rokok sebesar 10,04% yang mulai diberlakukan pada pada 1 Januari 2018, dan telah disetujui Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Ada beberapa pertimbangan sebelum keputusan menaikan cukai rokok diambil. Pemerintah pun sudah mempertimbangkan kesejahteraan petani dan juga para buruh pabrik rokok.

Kenaikan tarif cukai rokok sebesar itu, dinilai semakin memberatkan para pelaku usaha rokok skala kecil dan  tidak hanya mengancam kelangungan usaha mereka, tetapi juga bakal berimbas bagi pekerjanya jika perusahaan sulit menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran.

“Selain menghadapi ancaman kenaikan rokok. Perusahaan rokok juga berhadapan dengan kampanye anti rokok,” ujarnya.

Menurutnya, pertimbangan utama yang seharusnya dikaji secara mendalam sebelum menerapkan kebijakan tersebut, karena fakta yang terjadinya penurunan pangsa rokok, jaringan yang makin terbatas, daya beli masyarakat makin rendah, serta kemampuan dan kelangsungan hidup terutama pengusaha pabrikan rokok kecil jenis sigaret keretek tangan (SKT) bakal terancam.

Bagi pabrikan rokok kecil,dia menambahkan  dengan tidak adanya penundaan pembelian cukai akan semakin memberatkan. Apalagi tren rokok terutama SKT sudah mulai ditinggalkan dengan semaraknya rokok SKM jenis filter dan mild. Kalau pun harus naik, batas yang dapat ditoleransi antara 6% persen hingga 7%, meski masih cukup memberatkan.

Pemerintah memutuskan kembali menaikan cukai rokok mulai 1 Januari 2018 mendatang sebesar 10,04%, dengan beberapa pertimbangan sebelum keputusan menaikan cukai rokok diambil.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, pemerintah sudah mempertimbangkan kesejahteraan petani dan juga para buruh pabrik rokok.

Selain dari aspek tenaga kerja, lanjutnya, mereka yang kerja di sektor hasil tembakau dari mulai petani hingga mereka yang bekerja di pabrik rokok, bahkan pemerintah juga mefokuskan menjaga kesehatan masyarakat.

Kenaikan cukai itu diharapkan dapat berimbas kepada kenaikan harga rokok yang membuat keinginan masyarakat untuk merokok bisa berkurang, sekaligus untuk mengurangi peredaran rokok ilegal. (RS)

* Artikel ini telah dibaca 375 kali.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *