SEMARANG[Kampusnesia] – Pada era tahun 70 hingga 90 – an pasti banyak anak yang saat itu berusia belasan tahun pernah merasakan permainan yang seperti Lempar Bola (Balang Bat), Petak Umpet (tongpet) , Lompat Tali (sprentel), gasing, enggrang, bakiak, congklak, atau gerobak sodor.
Begitu bahagianya dunia saat itu bisa memainkan permainan yang sangat atraktif, mengasah kreativitas dan persahabatan itu.
Namun, kini gencarnya teknologi digital yang semakin masiv di era milenia, membuat permainan tradisional itu perlahan-lahan memudar dari dunia bermain anak-anak.
Tantangan itulah yang coba terus diupayakan dan diselaraskan oleh muda-mudi agar permainan tradisional bisa dikenal dan mampu bersanding dengan perkembangan modern.
Muda-mudi yang tergabung dalam Komunitas Kampoeng Hompimpa Semarang, mereka dengan gigih kembali memperkenalkan permainan tradisional lama kepada anak – anak masa kini.
“Kami menyadari tantangan itu, ketika anak – anak jaman sekarang lebih mengenal gadget ketimbang permainan tradsional,” ujar Anita Safitri Ketua Kampoeng Hompimpa Semarang belum ama ini.
Menurunya, agar tetap lestari Kampoeng Hompimpa Semarang berupaya membuat permainan tradisional, memperkenalkanya dan mempraktekan cara bermainnya kepada masyarakat luas, khususnya pada anak-anak.
“Melalui tagline kami DolananYuk, setiap minggu pagi Car Free Day di seputaran Jalan Pahlawan Samarang kita mengagendakan membuka lapak permainan tradisional agar orang tua bisa membujuk anaknya untuk merasakan betapa asiknya mencoba langsung permainan masa lalu itu,” tuturnya.
Dia menuturkan tujuan mendasar dari komunitas yang bergerak di bidang sosial budaya dan pendidikan adalah mengedukasi anak – anak jaman sekarang tahu dan mengenal hingga gemar permainan tradisional.
‘Efek permainan tradisional dibanding modern adalah karakter diri anak terbentuk lebih baik,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, dengan kebersamaan bermain, anak akan semakin toleran, mental diri terbentuk, melatih pergerakan fisik dan ketangkasan otak untuk bisa memecahkan solusi.
“Komunitas ini terbentuk awal di Tanggerang dan saat ini sudah tersebar di Jawa tentunya Semarang sendiri terbentuk pada 25 Februari 2017,” tuturnya.
Menempati basecamp utama di Gunung Pati Banaran, Gang Kantil No 50 C, RT 04/04, komunitas ini telah mimiliki 38 anggota aktif yang memiliki visi dan misi mulia untuk perkembangan anak indonesia yang lebih baik.
“Kami juga mengadakan seminar dan sosialisasi seputar anak dan permainan agar anak tidak sibuk dengan gadget dan mau berinteraksi langsung dengan lingkungan sekitarnya,” ujarnya. (rs)