Oleh: Dr Lilik Budi Astuti M.Si Dosen STIKOM Semarang
Penelitian yang dilakukan Jaringan Pegiat Literasi Digital (JAPELIDI) ini didorong oleh keprihatinan akademisi yang sebagian besar berlatar belakang ilmu komunikasi atas mudahnya masyarakat memiliki gawai dan mengakses informasi melalui media digital.
Kemudahan itu membawa berkah dan banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Masyarakat dapat meningkatkan kreatifitas, mendorong berkembangannya e-commerce, dan sebagainya. Namun di sisi lain menimbulkan berbagai persoalan. Sebagai contoh maraknya ujaran kebencian, menyebarnya berita hoaks, cyberbullying, penipuan dan kejahatan seksual melalui media daring.
Fakta tersebut menunjukkan betapa rendahnya pemahaman tentang informasi digital, sehingga perlu gerakan literasi digital sehingga masyarakat dapat memanfaatkan informasi digital secara bijak.
Penelitian menemukan setidaknya ada 342 kegiatan dalam kurun waktu 2010-awal September 2017 dengan fokus pada pelaku, ragam, kelompok sasaran, dan mitra.
Penelitian melibatkan 56 orang peneliti dari 28 prgram studi yang berasal dari 26 perguruan tinggi di sembilan kota di Indonesia, yaitu (Yogyakarta, Salatiga, Semarang, Surakarta, Malang, Bandung, Banjarmasin, Denpasar/Bali dan Jakarta) yang Koordinir oleh Novi Kurnia, yang juga Ketua Program Studi S2 Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada.
Ada beberapa temuan utama dalam penelitian ini. Pertama, dilihat dari pelaku gerakan literasi media di 9 kota Indonesia, perguruan tinggi (56,14%) adalah pelaku utama yang disusul dengan pemerintah (14,34%), komunitas (13,52%), lembaga swadaya masyarakat (5,32%), sekolah dan korporasi masing-masing 3,68%, lain-lain (asosiasi profesi dan ormas) sebesar 2,86% dan media (0,4%). Tingginya perguruan tinggi sebagai pelaku beragam kegiatan literasi digital antara lain disebabkan tingginya program literasi digital sebagai bagian dari kegiatan pengabdian masyarakat yang merupakan salah satu tiang tridarma perguruan tinggi. Sehingga bisa dikatakan bahwa perguruan tinggi menjadi motor gerakan literasi digital.
Kedua, dilihat dari ragam kegiatan, sosialiasi atau ceramah (29,64%) adalah kegiatan literasi digital yang paling sering dilakukan yang diikuti oleh workshop atau pelatihan (20,9%), seminar atau diskusi (14,32%), penelitian (11,33%), talkshow (11,08%), publikasi (4,78%), kampanye dan advokasi (4,28%), lain-lain (kompetisi dan pendampingan dan pembentukan unit anti hoaks) sebesar 2,01% dan kurikulum (1,51%).
Ketiga, dilihat dari kelompok sasaran, remaja dan pelajar (29,55%) adalah sasaran utama kegiatan literasi digital. Hal ini dikarenakan kaum muda dianggap sebagai kelompok yang paling rentan dan dianggap paling banyak mendapatkan pengaruh buruk dari media digital. Atau sebaliknya, mereka dianggap sebagai agen perubahan yang diharapkan bisa turut ambil bagian dalam mengatasi berbagai persoalan masyarakat digital. Selain kaum muda, kelompok sasaran untuk gerakan literasi digital adalah mahasiswa (18,5%), masyarakat umum (15,22%), orangtua (12,23%), guru dan dosen (10,14%), lain-lain (ormas, lsm, pemerintah, media) sebesar 6,86%, dan peneliti (0,29%).
Keempat, selama ini kegiatan literasi digital cenderung terkotak, kurang sinergi, baik antara pelaku gerakan literasi digital baik institusi perguruan tinggi, pemerintah, sekolah, komunitas maupun organisasi lainnya. Meskipun begitu, sebagian kecil kegiatan literasi digital sudah dilakukan dalam program kolaborasi antar pelaku. Mitra terbanyak dalam melakukan kegiatan literasi digital adalah sekolah (32.07%), pemerintah (18,86%), komunitas (11,94%), media (8,8%), LSM (8,18%), perguruan tinggi lain (7,54%), korporasi (6,91%), lain-lain (bimbingan belajar, organisasi massa) sebesar 3,77% dan korporasi dan organisasi profesi (1.88%). Sekolah menjadi mitra yang paling banyak diajak melakukan gerakan literasi digital karena kelompok sasaran yang paling dominan adalah remaja dan pelajar.
Di Kota Semarang penelitian dilakukan oleh Liliek Budiastuti Wiratmo, dosen Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang, selaku koordinator, Agus Triyono (Universitas Dian Nuswantoro -Udinus) dan Made Adnjani (Universitas Sultan Agung-Unissula). Hasil penelitian di Semarang menunjukkan data yang tak kalah menarik.
Dalam penelitian tim Semarang ditemukan ada 19 kegiatan literasi digital. Pelaku kegiatan literasi digital didominasi perguruan tinggi (50%), diikuti asosiasi profesi (20%), dan Institusi Pemerintah, NGO/Ormas, serta Komunitas/mahasiwa KKN masing-masing 10 %.
Dari sisi ragam kegiatan sebagian besar dikemas dalam Seminar/diskusi (38%), diikuti pelatihan/workshop masing-masing 15 %, publikasi artikel jurnal/prosiding (12%), Fokus Group Discussion/FGD (8%), dan Kurikulum/Pengajaran, penelitian serta Publikasi Buku masing-masing 4%.
Sedangkan kelompok sasaran lliterasi digital, sebagian besar (50%) adalah mahasiswa dan pelajar, diikuti komunitas/pelaku usaha sebesar 20%, Ormas/Orsos 15%, Remaja/Karang taruna 10%, dan tenaga pendidik (dosen, guru) 5%.
Dari 19 kegiatan, ada 13 kegiatan yang bekerjasama dengan mitra. Institusi pemerintah (38%), sekolah (31%), serta komuniktas dan orgnisasi profesi masing-masing 15%.
Temuan menarik lainnya, gerakan literasi digital setidaknya dilakukan dengan dengan dua sudut pandang, yaitu proteksionis dan kegunaan. Sudut pandang yang proteksionis cenderung membekali diri dengan kemampuan membentengi diri dari dampak informasi digital. Sedangkan gerakan literasi digital dengan sudut pandang kegunaan, memberi bekal kemampuan menggunakan teknologi digital untuk kegiatan produksit (pengembangan UKM, bisnis startup, dan sebagainya).
Temuan tersebut merupakan data luar biasa yang dapat digunakan sebagai panduan melakukan gerakan literasi digital sehingga warga lebih melek media digital.
Kemungkinan besar masih banyak data dan informasi gerakan literasi digital yang belum terungkap. Oleh karena itu diharapkan semakin banyak pegiat yang bergabung sehingga dapat bersinergi dan bersama-sama meluaskan gerakan literasi digital.
Merujuk pada hasil penelitian tersebut, JAPELIDI merekomendasikan bahwa literasi digital harus diberikan dalam level keluarga, sekolah, dan negara. Pada level keluarga, orang tua harus menjadi contoh serta melibatkan anak sebagai partner dalam membuat kesepakatan-kesepakatan atas akses media digital.
Pada level sekolah, harus ada perubahan ke arah pendidikan berbasis digital, yaitu murid dan guru adalah setara dan harus menguasai konten pembelajaran bersama. Selain itu, orang tua juga harus berkolaborasi dengan guru dalam pendidikan anak, serta penyediaan laboratorium media digital.
Pada level negara, harus didorong transformasi digital dengan membangun infrastruktur digital yang demokratis, memperkuat e-governance, serta memberdayakan warga negara sebagai bagian dari kewarganegaraan digital.
Rekomendasi lain, pegiat literasi digital perlu bersinergi agar dapat meluaskan gerakan sehingga masyarakat lebih melek media digital. Hal ini karena gerakan literasi digital di Indonesia cenderung bersifat sukarela, insidental, sporadis dan belum ada sinergi antar pelaku gerakan. Oleh karena itu, rekomendasi penelitian ini terkait dengan gerakan literasi digital adalah: perlu lebih banyak pelaku kegiatan yang bukan berasal dari perguruan tinggi, perlu lebih banyak eksplorasi ragam literasi digital yang bersifat kreatif dan ‘empowerment’, perlu diperluas target sasaran literasi digital supaya tidak hanya tertuju pada kaum muda saja, dan perlu kemitraan yang lebih banyak lagi terutama dengan pemerintah, media dan korporasi.
Dengan demikian gerakan literasi digital akan meluas dan menyentuh seluruh level dan aspek sehingga harapan mewujudkan warga net yang berdaya dapat terwujud.
Sebelumnya hasil penelitian JAPELIDI tersebut dipaparkan pada Koferensi Literasi Digital yang diselenggarakan oleh Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Yogyakarta 12 September 2017. Konferensi Literasi Digital ini menjadi bagian dalam menjawab persoalan dunia yang diangkat dalam hari literasi internasional 2017 yang dimotori oleh UNESCO dengan tema literasi dalam dunia digital.
JAPELIDI siap menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang memiliki minat dalam gerakan literasi digital. Bila semula sebagian besar anggota JAPELIDI adalah akademisi, ke depan siapa pun dapat bergabung.
Penelitian ini dilakukan dengan sukarela oleh anggota JAPELIDI sehingga data yang masuk terus berubah dan tidak tertutup kemungkinan data akan terus bertambah. Kegiatan JAPELIDI meliputi penelitian, edukasi, dan publikasi. Direncanakan penelitian dilakukan secara berkala. Bisa dalam satu tahunan atau dua tahunan.
Sejak Konferensi Literasi Digital, Japelidi terus menjalin jaringan dengan berbagai pihak. Salah satu yang paling intens secara nasional adalah dengan Siberkreasi. Kegiatan bersama Siberkreasi meliputi:
- Siberkreasi Netizen Fair di JI Expo Kemayoran, 27-28 Oktober 2017
- Car Free Day , Gowes Bersama Menteri, Kaberkraf dan Gubernur, Jakarta, 5 November 2017 di Jakarta.
- Rapat Dewan Pengarah, Jakarta, Rabu, 15 November 2017
- Temu Netizen, Yogyakarta, 19 November 2017
- Rapat Pleno Pra Workshop Tahunan Siberkreasi: Jakarta, Selasa 28 November 2017.
- Selasa, 2 Desember 2017: Narasumber talkshow Indonesia Bersaing di Radio Sindo Trijaya, Jakarta.
- Rapat Kerja Tahunan Siberkreasi: Senin, 11 Desember 2017.
Selain itu juga kegiatan di masing-masing wilayah anggota Japelidi, seperti: Talkshow di TVKU, Semarang, Taklshow di Radio Upgris, Semarang, Seminar Etika bermedsos di Kalasan, 30 Oktober 2017, Literasi digital untuk guru di Yayasan Tumbuh, Yogyakarta, Diskusi dg Komunitas Perhumas Muda, dan sebagainya.
Hasil Penelitian Japelidi juga dalamproses ublikasi di beberapa jurnal, seperti Jurnal Informasi (UNY) dan Jurnal The Conversation.
LAMPIRAN: TIM PENELITI JAPELIDI
NO | Kota | Prodi-Perguruan Tinggi | Jumlah Peneliti |
Yogyakarta | 1. Paskasarjana (S2) Ilmu Komunikasi UGM(koordinator) | 5 | |
2. Prodi Komunikasi UNY | 2 | ||
3. Prodi Ilmu Komunikasi UPN | 1 | ||
4. Prodi Ilmu Komunikasi UMY | 1 | ||
5. Prodi Ilmu Komunikasi STPMD “APMD” | 1 | ||
6. Program studi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta | 1 | ||
7. STMM “MMTC” | 2 | ||
8. Prodi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga | 2 | ||
9. Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Respati Yogyakarta | 1 | ||
10. Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia | 2 | ||
Salatiga | 1. Prodi Public Relations, Universitas Kristen Satya Wacana | 1 | |
2. Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana | 1 | ||
3. Prodi DIII Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana | 2 | ||
Semarang | 1. Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang | 1 | |
2. Prodi Penyiaran Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro | 1 | ||
3. Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Bahasa dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Sultan Agung | 1 | ||
Surakarta | 1. Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Sebelas Maret | 2 | |
2. Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Surakarta | 3 | ||
Malang Raya | 1. Prodi Ilmu Komunikasi FISIP, Universitas Muhammadiyah Malang | 2 | |
2. Prodi Komunikasi, FISIP, Universitas Tribuana Tunggadewi Malang | 1 | ||
Bandung | 1. Prodi Ilmu Jurnalistik Universitas Islam Bandung | 3 | |
2. Program Studi Ilmu Komunikasi Telkom University | 3 | ||
Banjarmasin | 1. Prodi S1 Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) | 7 | |
Bali | 1. Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP Udayana | 2 | |
Jakarta | 1. Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia | 2 | |
2. Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina | 3 | ||
3. Fakultas Ekonomi Ilmu Komunikasi Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama) | 3 | ||
9 KOTA | 28 Prodi/Fakultas, 26 PERGURUAN TINGGI | 56
Peneliti |