SEMARANG[Kampusnesia] – Pemahaman tentang seks untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) perlukan diberikan sejak dini, sebagai upaya untuk mengenalkan tentang reproduksi dan cara menjaganya baik dari sisi kesehatan, kebersihan, keamanan serta keselamatan.
Menurut Psikolog, Elizabeth Wahyu Margareth Indira, S.Psi Mpd, memberikan pemahaman seks bagi anak berkebutuhan khusus bisa dilakukan dengan mengatur pola komunikasi intensif dengan anak.
“Bagi orang tua yang mengetahui anaknya mulai menanyakan perihal sekualitas yang dialami dalam masa transisi, perlu diberikan pemhaman dengan tenang dan sabar, sesuai alurnya secara perlahan dijelaskan sesuai pemahaman si anak,” ujarnya dalam Seminar Nasional yang mengambil tema “Pentingnya Pendidikan Sek bagi Anak Berkebutuhan Khusus”, di Aula Wisma Bhakti YPAC Semarang, Selasa (19/12)
Selain itu, lanjutnya, pola praktik juga dilakukan orang tua di lingkungan keluarga seperti mengajarkan untuk buang air sendiri, sehingga memberikan pemahaman tentang organ reproduksi.
Tidak hanya, dia menambahkan pemhaman juga dibarengi dengan peringatan kecil sebagai proteksi dini, seperti organ ini tidak boleh diperlihatkan dan disentuh orang lain dan juga perlu berikan apreasi atau reward jika anak mulai paham sisi positif dan negatif akan seks.
Sebaliknya, menurutnya, jika ketika anak mengalami perubahan sikap psikologis dalam masa transisi di antaranya muka murung, tidak mau mengungkapkan sesuatu, maka orang tua perlu melakukan komunikaskan intensif untuk memecahkan masalah tersebut.
“Dari hasil penelitian, dorongan hormon seks pada anak kebutuhan khusus lebih tinggi dibanding dengan anak pada umunya, sehingga pendampigan dini perlu dilakukan agar orang tua tidak terkejut jika mengetahui perubahan anak itu,” tuturnya.
Sependapat Dokter Spesialis Anak, Dr Bambang Sudarmanto Sp.A (K) MARS menuturkan orang tua menjadi pondasi tumbuh berkembang anak, sehingga perlu menerapkan kebutuhan dasar anak hingga diyakini asah, asih dan asuh.
Setiap anak perkembanganya berbeda, kata Bambang, terlebih anak akan meniru orang yang didekatnya, sehingga perlu diarahkan dengan sabar, bahkan jika anak mulai keliatan keluar jalur haru segera diarahkan kembali ke jalur yang benar.
Sementara itu, Nur Sholikhin Komite YPAC Semarang mengatakan pendidikan seks bagi anak berkebutuhan khusus sangat dibutuhkan mengingat ancaman tindak kekerasan seksual di lingkungan sosial terhadap anak berkebutuhan lebih tinggi dibanding anak pada umunya.
Misalnya, dia mencontohkan ada anak berkebutuhan khusus sedang berjalan tiba-tiba dilucuti busananya, terus kemaluanya terlihat, bahkan disentuh atau diperkosa ini harus menjadi perhatian semua pengasuh, termasuk orang tua.
Dia memandang pendidikan seks bagi anak berkebutuhan khusus saat ini tampaknya masih jarang mendapatkan perhatian di kalangan pendidik.
“Peran Pemerintah terhadap pelindungan anak berkebutuhan khusus masih rendah, juga perlindungan hukum terkait kekarasan seksual yang meninmpa ABK masih minim tertangani, terlebih orang tua pun seakan menutup diri jika terjadi hal demikian,” ujarnya.
Dengan demikian, lanjutnya, melalui seminar ini pihaknya mencoba menggugah, memberikan wawasan pengetahuan kepada orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus terkait dengan pendidikan seks.
Pentingnya pendidikan itu, menurutnya, bukan menyangkut seksnya, namun berkaitan aspek sosialnya dari anak kebutuhan khusus yang ke d epan akan menghadapi lingkungan sekitarnya, “ tuturnya.
Dia menuturkan jika di lingkungan sekolah ABK bisa terawasi oleh guru atau pendamping, namun di lingkungan rumah bisa jadi orang tua tidak sepenuhnya mengawasi agar perkebangan anak bisa berjalan sesuai yang diharapkan.
Seminar itu, digelar sbagai rangkaian memperingati Hari Difabel yang jatuh pada 3 Desember, dan dibuka oleh Kadinas Dinas Pendidikan Kota Semarang, Bunyamin, serta diikuti oleh wali murid YPAC, tenaga pendidik, mahasiswa, ahli terapis pendidikan, kelompok masyatrakat peduli anak berebutuhan khusus(Miftahul Khoir/rs)