Home > EDITOR'S CHOICE > Tatanan Masyarakat Baru Di  Media Online

Tatanan Masyarakat Baru Di  Media Online

Oleh: Suryanto,S.Sos.M.Si
Staf Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang)

Beberapa tahun terakhir ini terjadi revolusi dalam proses komunikasi antarmanusia, akibat kehadiran internet atau era teknologi digital yang mulai banyak dimanfaatkan berbagai media baru  baik media sosial, media onlinee-comere, siber dan sejenisnya, termasuk situs-situs  lain maupun aplikasi.

Kehadiran era digital  membentuk pola baru komunikasi antar masyarakat seperti yang dikutip dari Dennis Mcquail (2011), ilmuwan komunikasi terkemukam ini menyebut satu perubahan yang paling pentingadalah meningkatnya interaktifitas dan konektifitas.  Menurutnya, media baru menawarkan keaktifan yang tidak bisa diberikan oleh media konvesional (media offline). Aspek interaktifitas ini menjadi karakter utama bagi media baru (media online).

Bahkan media sosial (Social Network)  sebagai salah satu bentuk media baru menjadi fenomena di dunia era digital termasuk Indonesia dengan peningkatan jumlah pengguna yang sangat drastis. Data Asosiasi Pengguna Jaringan Internet Indonesia (APJII) per Januari 2016 menyebut tercatat ada 79 juta pengguna media sosial di Indonesia. Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan semakin beragamnya fitur media sosial yang bisa dimanfaatkan penggunanya.

Beragam penelitian tentang motif penggunaan media sosial menunjukkan berbagai keleluasaan yang diperoleh pengguna seperti dalam mencari informasi alternatif, berkomunikasi dengan rekan jauh, atau sebagai ruang eksistensi diri.

Secara konsep, peran dasar media sosial untuk berbagi informasi, komunitas virtual dan forum diskusi. Peran tersebut dapat dicapai karena sifatnya yang partisipatif, terbuka, mendorong percakapan, komunitas, dan keterhubungan antarpengguna.

Media sosial memungkinkan semua pengguna menjadi produsen informasi, menyajikan ruang terbuka untuk merespon informasi, pada akhirnya dapat membangun komunitas virtual yang diwarnai diskusi di ruang maya. Berbagai penelitian menunjukkan adanya peningkatan intensitas diskusi di berbagai bidang, baik sosial, ekonomi, budaya, maupun politik.

 Media Baru, Demokrasi Dan Tatanan Masyarakat Baru

Media baru tidak sekadar mengubah pola komunikasi antarwarga, bahkan lebih dari itu dapat membangun sistem baru yang kerap disebut cyberdemocracy atau demokasi siber. Model demokrasi ini mengisyarakatkan proses kebebasan, partisipasi maupun kontestasi tidak hanya berlangsung secara offline atau face to face tetapi juga secara online seperti yang dilansir pendapat Martin Hilbert (2007) mencirikan demokrasi siber ini sebagai meningkatnya kebebasan pribadi dalam pengambilan keputusan.

Kebebasan mendapatkan informasi mendorong setiap orang mampu mengambil keputusan secara pribadi. Sementara, pendapat Joanah Gadzikwa menekankan konsep interaktivitas dalam cyber democracy, lebih dari kebebasan akses informasi dan transparansi

Namun bgi Mark Poster (1995) Pusat konsep demokrasi siber ini adalah konsep ruang publik. Selanjutnya Habermas (2009) menggambarkan konsep ideal demokrasi dalam konsep ruang publik yaitu ruang bebas di mana setiap warga mampu mengkomunikasikan pendapatnya dan berdialog secara logis tanpa adanya tekanan dari pihak manapun.

Beberapa ahli pernah memikirkan media massa sebagai pengejawantahan konsep ruang publik tersebut. Namun, kian kuatnya kepentingan ekonomi politik kapitalis besar mendorong media semakin jauh dari posisinya menyediakan ruang berdiskusi yang penuh kesetaraan. Dalam titik ini, mulai banyak yang menyebut media baru sebagai wujud ruang publik tersebut.

Anggapan internet adalah ruang publik baru muncul berdasarkan kecenderungan kesesuaian kriteria munculnya ruang publik. Habermas  menyebut tiga syarat munculnya ruang publik, selian ketiadaan status, kepentingan bersama juga inklusivitas.

Kriteria ketiadaan status itu, ditandai dengan tidak adanya pembatasan bagi individu yang ingin masuk dan berdiskusi di internet. Ketiadaan status di internet juga terlihat dari tidak adanya pembagian atau klasifikasi masyarakat berdasarkan kelas sosial karena semua individu yang berada di dalam internet tergabung menjadi pengguna internet.

Sedangkan kriteria aspek kepentingan bersama ditandai dengan banyaknya isu yang didiskusikan oleh masyarakat di dalam situs internet. Isu-isu yang dibahas pada diskusi yang terdapat di internet umumnya adalah berbagai masalah yang menyangkut kepentingan berbagai golongan masyarakat di dunia nyata.

Sementara kriteria inklusivitas ini terdapat dalam internet karena internet sangat inklusif dan terbuka bagi setiap orang. Dengan adanya penghilangan batasan di dalam internet menyebabkan jumlah masyarakat yang berdiskusi di dalam internet menjadi tidak terbatas.

Dalam perspektif yang lebih luas dari sekadar politik, internet membangun tatanan baru yang kerap disebut masyarakat digital (digital society). Masyarakat digital dicirikan oleh kebebasan, partisipasi, dan berjejaring (komunitas). Mereka melakukan semua hal di kehidupan nyata di layar komputer; androit atau sejenisnya berbincang, berdiskusi intelektual, berbagi pengetahuan, saling memberi dukungan, membuat rencana, mencari teman, kekasih, musuh, bermain dan lainnya.

Perbincangan mengenai tatanan masyarakat digital ini membawa pada dua kelompok masyarakat digital menccakup digital native dan digital immigratDigital Immigrant, mereka yang dilahirkan sebelum teknologi digital ditemukan, sehingga harus belajar atau bermigrasi. Sementara digital natives adalah mereka yang lahir ketika teknologi digital sudah ditemukan.

Digital native melihat dunia horizontal, mereka melihat semua orang egaliter. Dengan kesetaraan itu memudahkan mereka berinteraksi untuk berbagi ide dan gagasan dengan orang lain. Cara pandang ini berbeda dengan digital immigrant ataupun generasi analog yang sangat hierarkhis.

Dalam konteks masyarakat digital ini, dapat dibayangkan ke depan diperlukan  regulasi yang lebih konkret menjadi salah satu cara, tetapi juga perlu dilengkapi dengan kecerdasan masyarakat digital.  Literasi digital lebih kompleks,   merupakan gabungan dari beberapa bentuk literasi antara komputer, informasi, teknologi, visual, media dan komunikasi. Ini berarti literasi digital membutuhkan kemampuan penguasaan teknologi, kompetensi menganalisa informasi, kemampuan berkomunikasi efektif,  menikmati karya visual.

Literasi digital membuat masyarakat dapat mengakses, memilah dan memahami berbagai jenis informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup. Selain itu mereka dapat berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berpolitik dengan menyampaikan aspirasinya di kanal-kanal tertentu. Melalui media digital, masyarakat dapat menyuarakan perspektif dan opininya demi keadilan tanpa merugikan pihak lain.

Literasi digital juga membuat seseorang dapat mengawasandi lingkungannya dengan baik, sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam kehidupan sosial dengan lebih baik.

Kampanye Literasi Digital

Pendidikan kewarganegaraan menyiapkan seseorang untuk terdidik dan bertanggung jawab sebagai warga Negara dengan tujuan meningkatkan kesadaran akan hak sosial budaya dan politik individu dan kelompok, termasuk tentang kebebasan berpendapat beserta konsekuensi yang didapatkan.

Sebagai contoh, dalam merespon ujaran kebencian, pendidikan kewarganegaraan meliputi pengetahuan untuk mengindentifikasi dan kemampuan menanganinya. Dengan perubahan konsep masyarakat digital maka   pengajaran tentang literasi digital tersebut mutlak diperlukan.

Masyarakat kini bukan sekadar konsumen tetapi menjadi produsen informasi sehingga tidak hanya perlu kemampuan memproduksi pesan tetapi juga pengetahuan tentang etika. Maka dalam hal ini, inisiatif berbagai pihak dalam menyelanggarakan kampanye literasi digital meski digalakkan di berbagai kalangan masyarakat.

Selama ini kampanye literasi digital sebagai literasi media, dijalankan secara sporadis dan parsial bergantung pada inisiatif. Padahal melihat potensi dan segala peluang baik yang positif maupun negatif yang masif ke depannya diperlukan langkah yang lebih terstruktur. Institusi pendidikan seperti sekolah atau kampus, mungkin harus memikirkan untuk memperkenalkan literasi digital ke dalam materi pembelajarannya.

Usulan ini juga menjadi langkah proyeksi, mengingat siswa sebagian besar merupakan pengguna media baru sehingga ke depan bisa menyiapkan masyarakat digital yang cakap dan lebih toleran.

 

* Artikel ini telah dibaca 541 kali.
Kampusnesia
Media berbasis teknologi internet yang dikelola oleh Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *