SEMARANG[Kampusnesia] – Rendahnya kemampuan dan kompetensi para Kepala Desa (Kades) dan perangkat Pemerintahan Desa (Pemdes) dalam mengelola dana desa (DD), menjadi sumber utama kebocoran dana APBN yang dialokasikan di setiap desa itu.
Pakar Kebijakan Pemerintah Daerah ( local government ) Prof Dr Hanif Nurcholis, M.Si mengatakan sejak Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Desa yang didalamnya mengatur pengucuran DD dalam jumlah besar, telah diingatkan banyak pihak, agar kebijakan pengucuran DD langsung ke desa ditiadakan, karena sangat rawan untuk disalahgunakan.
Hanif yang juga guru besar ilmu Kebijakan Pemerintah Daerah Universitas Terbuka (UT) mneuturkan kucuran DD yang bersumber dari APBN dan jumlahnya sangat besar itu berpotensi menimbulkan problem baru.
Para kades yang kompetensinya rendah dalam menjalankan tugas pemerintahan di desa ternyata juga tidak didukung staf atau perangkat yang kompeten pula, meski dalam mengelola dana ABPN harus menggunakan standar atau ukuran akuntan yang sangat rigit.
“Kondisi itu, pada akhirnya yang terjadi seperti yang kita saksikan banyak di antara mereka yang tersangkut masalah hokum, akibat salah satunya tidak mampu menyajikan laporan pertanggungjawaban yang baik sebagimana yang diinginkan regulasi yang ada,” ujarnya kepada Kampusnesia.com, di Semarang, Rabu (27/12).
Paling menyedihkan sekali, dia menambahkan DPR harus segera mengambil langkah merevisi regulasi dan kebijakan itu.
Dia mencontohkan, seorang Gubernur, Bupati atau Walikota yang dalam menjalankan tugas pemerintahan dan pengelolaan keuangan negara sudah didukung oleh staf yang kompeten masih saja ada yang tersangkut penyalahgunaan dana negara, Apalagi dengan Kades yang tidak memiliki supporting staf , pasti tambah kedodoran.
Sementara keberadaan MOU antara Mendagri, Menteri IDT dan Kapolri yang semula diharapkan dapat memagari kebijakan Pemerintah agar para Kades bersama masyarakat desa yang dipimpinnya tidak menerobos rambu-rambu larangan penyalagunaan uang Negara, dinilai tidak efektif, mengingat problem utamanya adalah di bidang kompetensi.
Alokasi DD, menurutnya, sangat sarat dengan kepentingan politik para politisi di Senayan ( anggota DPR-RI ), agar para perangkat dan Kepala Desa lebih mudah dimobilisasi untuk kepentingan politik praktis, mereka diiming-imingi DD yang jumlahnya besar tanpa diberi warning atau peringatan akan akibat yang ditanggung jika terjadi kesalahan atau penyalahgunaan.
Dengan demikian, dia menambahkan kebijakan ini harus segera diakhiri dengan merevisi UU. Sebelum diambil kebijakan baru harus didahului dengan kajian yang mendalam, jangan tergesa-gesa sebagaimana yang terjadi pada UU Desa yang baru disahkan dan dilaksanakan langsung memunculkan problem baru.(smh)