SEMARANG[Kampusnesia] – Pemkot Semarang berhasil memberikan kontribusi Pandapatan Asli Daerah (PAD) sepanjang 2017 mencapai 108,47% sebesar Rp1,2 triliun dari yang ditargetkan Rp1,1 triliun.
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang menyebutkan hingga periode 27 Desember 2017 perolehan PAD sudah mencapai 108,47% sebesar Rp 1,2 triliun dari target Rp1,1 triliun.
Kepala Bapenda Kota Semarang, Yudi Mardiana mengatakan dari yang ditargetkan pada 11 objek pajak semua bisa terlampaui, hanya kontribusi sarang burung walet yang tidal maksimal, akibat usaha pembudiyaan burung walet tidak bertambah dan targetnya pun relatif kecil hanya Rp50 juta.
Bahkan, lanjutnya, masih ada sisa waktu dua hari lagi untuk mengoptimalkan pendapatan, terutama kontribusi dari BPHTB dan PBB, yang selama ini menjadi primadona.
“Pendapatan BPHTB di luar dugaan, hngga periode 27 Desember lalu sudah mencapai 123% dari target Rp320 miliar menjadi sebesar Rp394 miliar dan kelebihan Rp74 miliar dari satu objek pajak cukup besar,” ujarnya.
Menurutnya, pencapaian target terbanyak kedua adalah PBB perolehannya mencapai sebesar Rp 10 miliar lebih dari yang ditargetkan Rp335 miliar.
Kondisi itu, dia menambahkan membuktikan wajib pajak (WP) di Kota Semarang semakin tertib membayar pajak dan mulai tahun depan bagi masyarakat yang tidak mampu, dengan nilai objek pajak (NJOP) Rp130 juta tidak akan dikenakan PBB.
Sejumlah objek pajak yang memiliki potensi besar, namun belum bisa memberikan kontribusi optimal di antaranya pajak air tanah, pajak mineral bukan logam dan bebatuan, serta pajak reklame.
Selama ini, lanjutnya, masih memiliki kendala dalam mengoptimalkan pajak reklame, setelah diterbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penataan Reklame. Namun, pencapaian kontribusi pencapaiannya sudah 92,34% sebesar Rp28 miliar dari yang ditargetkan Rp31 miliar.
Kasie Pajak I Elly Asmara menuturkan pencapaian target masih terdapat kendala akibat Perda baru, terutama yang mengatur pengelola reklame yang memiliki izin wajib bayar pajak, meski selama ini pajak ditarik dari potensi reklame yang ada. Baik yang berizin maupun tidak.
“Kondisi itu, menjadi signifikan sekali transisinya, mengingat wajib pajak reklame lebih banyak dibanding yang berizin, namun ke depan akan disatukan dalam desk perizinan reklame dan wajib pajak,” tuturnya. (rs)