KEBUMEN[Kampusnesia] – Aliansi Petani Indonesia (API) Jawa Tengah mengkhawatirkan ancaman lingkungan bagi petani di kawasan Gunung Slamet, akibat adanya proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Baturraden.
Koordinator Aliansi Petani Indonesia (API) Jawa Tengah Syukur Fahrudin mengatakan dampak lingkungan dari pembangunan PLTP Baturaden telah dirasakan warga Banyumas dan sekitarnya.
Menurutnya, proses eksplorasi tersebut berakibat terjadinya banjir serta adanya penurunan kwalitas sumber air minum di wilayah Banyumas dan sekitarnya.
“Dalam proses eksplorasi saja kita sudah dapat melihat dampak yang diterima oleh masyarakat. Bagaimana banjir yang selama ini belum pernah terjadi, dalam tahun ini dirasakan oleh warga Banyumas,” ujarnya saat di Sekretariat Paguyuban Giri Rahayu, di Cilongok, Banyyumas, Sabtu. (30/12)
Pengeboran, lanjutnya, juga mengakibatkan kualitas air sebagai sumber air minum menurun, logam-logam berat juga keluar dari sungai yang menjadi sumber irigasi bagi petani yang berada di tujuh kabupaten lereng Gunung Slamet.
Ketujuh kabupaten yang menjadi daerah terdampak dari proyek itu, di antaranya kabupaten Pekalongan, Pemalang, Purbalingga, Tegal, Brebes, Banyumas dan Cilacap.
Syukur Fahrudin meyayangkan pembangunan PLTP Baturaden yang tidak memberi dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat lereng Gunung Slamet. Bahkan biaya yang dikeluarkan untuk investasi dengan nilai Rp7 triliun tidak sebanding dengan biaya kerusakan lingkungan dan dampak yang diterima oleh masyarakat yang diakibatkan oleh eksplorasi PT. SAE.
“Proses eksplorasi PLTP Baturaden yang membutuhkan air tidak sedikit, tentu akan mempengaruhi sumber mata air Gunung Slamet,” tuturnya.
Menurutnya, informasi yang tersirat dalam Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) PT Sejahtera Alam Energy (SAE) menyebutkan UKL UPL tersebut kebutuhan air untuk eksplorasi PLTP Baturaden sebanyak 40 liter/detik, hingga dalam satu hari satu malam kebutuhan air untuk pengeboran mencapai sebanyak 3,456,000 liter.
“Bisa kita bayangkan kebutuhan air per bulan maupun per tahun. Dari situ artinya, proses eksplorasi PLTP Baturaden diduga akan menggunakan air dari sumber mata air yang selama ini digunakan oleh masyarakat sekitar gunung slamet,” ujarnya.
Selain digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, dia menambahkan air menjadi kebutuhan penting dalam sektor pertanian. Jika hal ini terjadi, maka masyarakat di sekitaran gunung Slamet dan masyarakat yang menggunakan air dari sumber mata air yang ada gunung tersebut, akan dihadapkan dengan ancaman kekeringan.
Melihat dampak dari pembangunan proyek ini, API Jawa Tengah menghimbau Pemerintah Pusat atau daerah untuk segera menghentikan eksplorasi di lerenag Gnung Slamet itu.
“Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan moratorium terhadap semua investasi pertambangan di Indonesia dan mengedepankan pembangunan sektor pertanian dan industri berbasis pertanian sebagai investasi jangka panjang Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tuturnya.
Dalam kesempatan tersebut, Slamet, salah satu warga Cilongok-Banyumas menuturkan dampak lingkungan terkait pembangunan PLTP Baturaden telah dirasakan warga di wilayahnya.
“Masyarakat Cilongok mendapatkan air yang Buthek (keruh) banget. Dari pagi sampai malam warna coklat seperti besi berkarat,” tuturnya. (rs)