SEMARANG[Kampusnesia] – Badan Layanan Umum (BLU) Trans Semarang akhirnya mengandangkan enam unit Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang, akibat tidak lolos uji emisi, menyusul Dishub Kota Semarang melakukan inspeksi mendadak kelayakan pengoperasian BRTTrans Semarang.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BLU Trans Semarang Ade Bhakti mengatakan uji emisi ini sebagai bahan evaluasi terhadap keluhan yang masuk dari masyarakat yang memberikan informasi banyak bus BRT kurang layak jalan.
Uji emisi, lanjutnya, dilakukan di sekitar Shelter Jalan Pemuda dari berbagai koridor yang lewat, sekaligus pengecekan ban dan kelengkapan surat jalan beserta pengemudi.
Dari hasil pengecekan, dia menambahkan diketahui enam unit bus BRT tidak lolos uji emisi, terdiri bus bernomor lambung 016, 019, 027 (Koridor II), 002, 007 (Koridor III), dan 015 (Koridor V).
“Sejumlah armada bus yang tidak lolos uji emisi itu akhirnya dikandangkan masuk garasi,’ untuk degera diperbaiki. Kami minta operator memperbaiki dan melarang armada dioperasikan sebelum selesai diperbaiki,” ujarnya, Kamis. (4/1)
Tidak hanya armada yang tidak lolos uji emisi, lanjutnya, namun, armada yang bannya tidak memenuhi syarat, bauik sudah halus, vulkanisir maupun sudah gundul juga dilarang beroperasi.
Sedikitnya ada sembilan unit bus yang diketahui bannya tidak memenuhi syarat terdiri bus bernomor lambung 019, 023 (Koridor II), 002, 007, 008 (III), 008, 011, 021 (IV), dan 010, 015 (V).
Menurutnya, dalam pengecekan itu diketahui juga satu pengemudi yang tidak melengkapi surat izin mengemudi (SIM), melainkan hanya membawa surat tanda nomor kendaraan (STNK).
Armada yang banyak terjaring dari Koridor II, karena koridor tersebut merupakan yang paling lama pengoperasiannya dibandingkan dengan koridor lainnya.
Dia menuturkan sejak Desember 2017 sudah mulai ada peremajaan sehingga, hanya 12 unit bus yang belum diremajakan dari total 26 unit bus yang melayani Koridor II rute Terminal Terboyo-Sisemut, Ungaran.
“Pemeliharaan dan perawatan kan tetap tanggung jawab operator, kami bertugas sebagai regulator, sehingga kami minta operator untuk memperbaiki sebelum dioperasikan kembali,” tuturnya.
Sementara Dishub Kota Semarang teah melakukan inspeksi mendadak kelayakan pengoperasian BRT Trans Semarang, di selter Balai Kota, Jl Pemuda, Rabu (3/12). Dari hasil sidak diketahui 11 bus tidak laik jalan.
Dari jumlah itu, hasil uji emisi gas buang enam bus, tidak memenuhi standar, selain armada yang menggunakan ban halus, atau ban vulkanisir tidak memenuhi ketentuan lain jalan, karena lebih rentan mengalami kecelakaan, akibat ban meletus.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Semarang Muhammad Khadik mengatakan uji emisi dan pengecekan armada itu merupakan salah satu upaya meningkatkan pelayanan kepada pengguna Transsemarang.
“Ini bagian dari peningkatan pelayanan Trans Semarang karena laporan yang masuk pada 2017 sudah cukup banyak, sehingga kami awali dengan pelaksanaan uji emisi dan kelaikan armada,” ujarnya.
Menurutnya, sidak ini menindaklanjuti evaluasi pelaksaan Trans Semarang sepanjang 2017. Total, BLU UPTD Trans Semarang menerima 653 keluhan dari penumpang dan masyarakat.
Dari total tersebut, sebanyak 90 laporan mengeluhkan kondisi bus, mulai dari kualitas pendingin udara, pintu hidrolis macet dan emisi gas buang. Koridor yang kendaraannya paling banyak dikeluhkan terdiri koridor II dengan 44 keluhan, Koridor IV sebanyak 22 keluhan, Koridor I sebanyak 10 keluhan, Koridor III dengan delapan keluhan, dan satu keluhan untuk Koridor VI.
Selain kondisi bus, dia menambahkan pengemudi BRT juga mendapat perhatian, karena muncul 142 keluhan mengenai pelayanan sopir, berada pada peringkat ketiga keluhan pada 2017, disusul bus yang tidak merapat ke selter dengan 129 keluhan, dan ketiga, pelayanan petugas tiketing sebanyak 100 keluhan.
”Dari tiga hal tersebut, kata M Khadik, menunjukkan faktor manusia sangat berpengaruh terhadap pelayanan BRT, sehingga manejemen pengelola BRT itu tahun ini akan menaikkan kesejahteraan sopir.
Tahun ini, lanjutnya, gaji sopir akan dinaikkan sebanyak dua kali lipat dari UMK Kota Semarang hingga mereka menerima Rp2,75 juta ditambah uang harian Rp50.000. Tahun ini total take home pay yang diterima mendekati nilai Rp4,6 juta sebulan. (rs)