SEMARANG[Kampusnesia] –Para petugas pelayanan informasi di lingkungan sebuah instansi pelayanan publik yang sering mengabaikan nilai-nilai kejujuran dan etika, menjadi penyebab utama runtuhnya kepercayaan masyarakat atau krisis kepercayaan.
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang, Drs H. Gunawan Witjaksana M.Si mengatakan petugas pelayanan informasi di lingkungan instansi pelayanan publik yang sering mengabaikan nilai-nilai kejujuran dan etika, menjadi faktor penyebab turunnya kepercayaan masyarakat.
“Para tenaga pemasaran dan front liner sebuah institusi terutama lembaga perbankan jangan sekali-sekali mengabaikan faktor kejujuran dan etika saat berhadapan dengan masyarakat,” ujarnya di depan peserta Sosialisasi Marketing Skill kepada tenaga pemasaran dan front liner Kantor Cabang BRI Batang, di Hotel Sahid Mandarin Pekalongan, Kamis (18/1).
Menurutnya, setiap petugas pelayanan informasi harus memahami filosofi konten informasi yang akan disampaikan, sehingga materi yang sampaikan kepada kepada publik atau lawan bicaranya dapat menghilangkan ketidakpastian atau kekurangtahuan yang dialami lawan bicara.
Pentingnya nilai kejujuran, lanjutnya, karena hakekatnya jujur itu tidak manipulatif dan tidak menonjol-nonjolkan sesuatu atau menutup-nutupi sesuatu. Sedangkan etika meski sangat subjektif, namun patokannya dicantaranya jangan sampai merugikan maupun menjatuhkan pihak lain dan tidak berbuat yang menjijikkan.
Pada umumnya, dia menambahkan para petugas pelayanan informasi lebih mengutamakan faktor daya tarik atau menarik perhatian, faktor jujur dan etika diabaikan, sehingga yang sering terjadi manipulasi informasi.
“Kondisi inilah yang menjadi menyebab utama ketidak sinkronan antara harapan dan kenyataan.
Selain utu, lanjutnya, bisa juga menjadi sumber pemicu muculnya kebutuhan semu, bahkan mendorong tumbuhnya perasaan frustrasi para konsumen dan calon konsumen.
Dia mengharapkan para petugas pelayanan informasi terutama yang berada dilingkungan isntitusi perbankan supaya jangan sampai mengabaikan ketiga faktor utama itu, meliputi kejujuran, daya tarik dan etika.
“Bisa jadi, kalau ketiga itu atau salah satu di antaranya terabaikan, dipastikab memunculkan krisis kepercayaan terhadap institusi yang untuk membangun kepercayaan kembali di mata publij akan menghadapi banyak kendala,” tutur Gunawan.
Namun, dia mengingatkan, ketiga faktor itu juga harus melekat pada bidang-bidang lain, mulai dari karyawan yang paling rendah hingga pada pimpinan puncak institusi.
“Untuk mencegah krisis kepercayaan, semuanya harus bergerak bersama-sama,” ujarnya (smh ).