SEMARANG[Kampusnesia] – Kebijakan Pemerintah membatasi impor ban dipastikan bakal berdampak positif bagi industri ban dalam negeri, termasuk vulkanisir, menyusul pembangunan infrastruktur di berbagai daerah kini gencar dilakukan.
Direktur Industri Kima Hilir Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian RI Taufiek Bawazier mengatakan Permendag No 77 tahun 2016 tentang persyaratan teknis impor sangat efektif untuk menggairahkan aktivitas industri ban dalam negeri.
“Selama ini impor ban sangat besar. Bahkan 2016 tercatat mencapai sebanyak 24 juta buah, dan mulai dapat ditekan 2017 hingga 40%, yang diharapkan industri dalam negeri bisa tumbuh, termasuk industri vulkanisir juga meningkat,” ujarnya di sela Rapat Tahunan Asosiasi Perusahaan Ban Vulkanisir Indonesia (Abvindo), di Hotel Grandhika Semarang, Selasa (23/1).
Dengan pembatasan impor ban itu, lanjutnya, diharapkan juga mampu mngundang minat investasi baru dam optiminis sepanjang 2018, khususnya untuk jenis vulkanisir bakam semakin tumbuh, siring dengan melonjaknya pergerakan penjualan karet mentah.
“Industri ban vulkanisir merupakan penyerap karet alam bahan baku ban kedua terbesar setelah industri ban, dengan serapan mencapai sebanyak 89.550 ton pada 2016,” tuturnya.
Ketua Umum Abvindo Jessica Kuesar menuturkan industri ban vulkanisir merupakan bisnis yang cukup menjanjikan dan tahan banting, yang terlihat saat kondisi ekonomi melambat aktivitasnya meningkat, mengingat kualitasnya tidak kalah dengan ban produk baru.
“Dengan harga yang lebih ekonomis, semakin banyak pelaku industri logistik membutuhkan bahan alternatif seperti ban vulkanisir, meski aktivitas industri turun ataupun naik, bisnis ban vulkanisir tetap mampu terus tumbuh,” ujarnya
Menurutnya, performance ban vulkanisir rata-rata berada diangka 70% dari ban baru. Harganya pun lebih ekonomis, atau sekitar 60% lebih murah dibanding harga ban produk baru.
Dengan demikian, dia menambahkan kini asosiasi ini akan melakukan pembinaan kepada anggota terkait rancangan Standard Nasional Indonesia (SNI) yang saat ini masih dalam tahap perumusaan Kementerian Perindustrian. Bahkan koordinasi terus dilakukan bersama pihak terkait agar mampu mendorong pertumbuhan industri itu.
“SNI untuk ban vulkanisir belum diwajibkan dan belum berjalan ssuai yang diharapkan, meski sudah ada standartnya sejak 2013, namun tidak diaplikasikan sehingga kita semua belum ada yang memiliki lisensi SNI, karena dari Pemerintah belum menjalankan serius,” tuturnya.
Sejak dibentuk tahun lalu, kata Jessica, Abvindo kini memiliki anggota sebanyak 102 pengusaha dan melalui rapat tahunan ini juga akan ditunjuk perwakilan setiap regional, sebagai upaya untuk dapat menjangkau lebih banyak lagi perusahaan vulkanisir yang tersebar di berbagai daerah. (rs)