Home > HEADLINE > Revisi UU MD3 Hambat Demokratisasi Dan Perlebar Kesenjangan Komunikasi DPR – Pers

Revisi UU MD3 Hambat Demokratisasi Dan Perlebar Kesenjangan Komunikasi DPR – Pers

SEMARANG[Kampusnesia] – Revisi sejumlah pasal UU MD3 dipastikan bakal mempersempit ruang publik untuk menyampaikan kritik terhadap kinerja DPR , hingga menghambat proses demokratisasi sekaligus memperlebar kesenjangan komunikasi antara rakyat bersama wakil rakyat dan kalangan pers.

Ketua Komisi Pedidikan Pengurus Pusat Persatuan Watawan Indonesia (PWI Pusat), Hendro Basuki SE, MM mengatakan jika revisi UU MD3 itu terealisasi,
sangat disayangkan, apalagi pemicu disharmonisasi itu bersumber dari kebijakan dewan itu sendiri.

“Kita tidak boleh lupa, saat reformai menggelinding pada 1997 dua tahun kemudian UU No 40/1999 tentang Pers lahir mengiringi perombakan sistem politik yang memperkuat peran dan posisi DPR, yang diharapkan dua pilar demokrasi ini akan memantapkan tatanan baru setelah rezim Orde Baru yang membelenggu keduanya runtuh,” ujarnya di Semarang, Sabtu (17/2).

Menurutnya, setelah demokrasi yang hakiki bersemi harapannya 10 sampai dengan 15 tahun kemudian implementasi dan tatanan demokrasi di negeri ini sudah mapan, mengingat pilar-pilar demokrasi yang sebelumnya loyo semakin bertambah kuat.

Namun, lanjutnya, dengan adanya revisi pasal-pasal UU MD3 yang memungkinkan para pengkritik DPR dipidana menjadikan harapan itu semakin menipis atau layu.

Keindahan demokrasi akan segera berubah, hanya sebatasi kenangan. Pers yang salah satu fungsinya melakukan kontrol kembali menghadapi tembok besar, saluran ruang kritik semakin sempit.

Seiring dengan itu, dia nenambahkan bayang – bayang kriminalisi menghantuinya dalam menjalankan fungsi kontrol.

UU ini, ujar Hendro, akan memandulkan demokrasi. Anehnya, yang melakukan bukan pihak militer sebagaimana yang selama ini terjadi di berbagai negara, tetapi justru para elit sipil yang prosesnya dilangsungkan di ruang sidang dewan. Ini aneh sekali.

Nampaknya, dalam perjalanan menuju cita-cita reformasi dewan semakin gagap dan tidak siap dalam berdemokrasi. Salah satu tanda dinamisnya demokrasi adalah dibukanya ruang check and balances terhadap seluruh proses benegara dan berpemerintahan.

Hendro yang disebut-sebut sebagai salah satu kandidat Ketua Umum PWI Pusat dalam kongres PWI yang akan digelar tahun ini menuturkan dengan revisi UU itu, DPR ingin memerlihatkan kekuasaan tanpa memberi ruang sedikitpun pada rakyat untuk menilainya.

Dia mengingatkan jika DPR tidak hati-hati maka sikap yang sedemikian itu bakal akan mengarah pada hegemoni kekuasaan yang membahayakan kehidupan bangsa.

“Mestinya DPR sadar bahwa rakyat sangat membutuhkan kenegarawanan yang pantas dipelihatkan, jika sebaliknya cepat atau lambat akan digerus zaman,” tuturnya.

Kepada kalangan pers dan seluruh elemen bangsa Indonesia diharapkan merasa terpanggil atas “kealpaan” salah satu pilar demokrasi ini, agar arah dan perjalanan untuk menuju cita-cita reformasi yang dinamisnya melambat bisa diminimalisir kembali sebagaimana pada saat-saat dulu memproses peralihan dari rezim Orde Baru untk memasuki era reformasi. (smh)

* Artikel ini telah dibaca 185 kali.
Kampusnesia
Media berbasis teknologi internet yang dikelola oleh Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *