Home > HEADLINE > Intoleransi Disebabkan Kesalahan Pemahaman Teks Agama

Intoleransi Disebabkan Kesalahan Pemahaman Teks Agama

SEMARANG[Kampusnesia] – Terjadinya intoleransi atau radikalisme beragama, akibat di antaranya adanya kesalahan berpikir dalam memahami teks agama, karena umat beragama apapun jika memahami teks atau pesan agama secara tekstualis dapat dengan mudah melahirkan sikap dan perilaku intoleran atau radikalisme agama.

Dengan demikian, Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi (Time) Semarang akan mensosialisasikan atau memperjuangkan ide yang disebut Islam Transformatif untuk menghadapi perilaku Intoleran yang ada di Indonesia.

Ketua Dewan Pembina Time Dr M Saekan Muchith SAg MPd mengatakan Islam transformatif adalah cara pandang memahami agama Islam yang dilakukan dengan pergeseran dari cara pikir tekstualis kepada cara pikir kontekstualis.

Memahami teks agama, lanjutnya, tidak bisa hanya dilihat secara tertulis saja, tetapi harus ditemukan makna yang terkandung di dalamnya.

”Setiap ayat pasti memiliki pesan sesuai situasi dan kondisinya masing masing, sehingga untuk memahami teks atau ayat dan hadis harus dilihat situasi serta kondisinya,” ujarnya, Minggu (18/2).

Menurutnya, situasi masyarakat Timur Tengah tidak bisa disamakan dengan situasi masyarakat Indonesia. Begitu juga sebaliknya.

”Umat beragama yang berpikir tekstualis, ujung- ujungnya hanya bersifat benar atau salah, halal atau haram, Iman atau kafir, sehingga akan mudah terjadi klaim kebenaran. Kondisi itulah awal dari muncunya konflik agama, radikalisme atau intoleran,” tuturnya.

Selain itu, dia menambahkan, pergeseran dari mentalitas teoritis menuju mentalitas aksi. Dengan demikian itu, menurutnya, sebagai umat beragama jangan hanya terjebak menghafalkan teori atau pesan – pesan agama, tetapi apa yang diketahui dan dihafal harus diimplementasikan kedalam realitas kehidupan beragama.

”Tipologi umat yang hanya mengedepankan teori, akan melahirkan karakteristik manusia yang hanya pandai berbicara dan menasehati, tetapi perilakunya tidak sesuai dengan apa yang diucapkan atau yang dinasehatkan,” ujarnya.

Bahkan, kata Saekan, pergeseran dari kepribadian individual menuju kepribadian sosial. Umat beragama jangan hanya mementingkan kepribadian untuk  dirinya sendiri, tetapi kepribadian juga harus ditunjukkan pada saat menjadi pemimpin atau mengurus organisasi.

Berdasarkan hal itu, lanjutnya, Time memberikan rekomendasi pertama, pemerintah harus segera mengusut secara tuntas berbagai macam gerakan intoleran dan selalu mempublikasikan progress report-nya yang telah dilakukan, sebagai upaya agar masyarakat semakin percaya dengan kinerja aparat pemerintah.

Kedua, dia menambahkan, pemerintah harus tegas kepada elemen atau organisasi yang disinyalir memiliki cara pikir tidak sesuai dengan pancasila dan NKRI.   Ketiga, pengawasan dan pembinaan kepada individu atau kelompok yang memiliki cara pikir agama bersifat tekstualis harus selalu ditingkatkan.

”Dengan cara lebih giat mensosialisasikan informasi tentang Islam toleran, Islam nusantara dan eratnya hubungan antara Islam dengan Pancasila.”(rs)

* Artikel ini telah dibaca 233 kali.
Kampusnesia
Media berbasis teknologi internet yang dikelola oleh Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *