Home > EDITOR'S CHOICE > Menyoal Manajemen Berlalu Lintas

Menyoal Manajemen Berlalu Lintas

Cukup mengejutkan dan membingungkan pernyataan AKBP Budiyanto, Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya tentang larangan pengemudi merokok serta mendengarkan musik, saat mengemudikan kendaraan, seperti yang dilansir Kompas.com, 2 Maret 2018.

Budiyanto menafsirkan Pasal 106 Ayat 1, juncto Pasal 283, UU No.23 tahun 2009 tentang Lalu Lintas. Tak pelak, pernyataannya kini menuai berbagai protes, di antaranya Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar  Hadjar I.Bid, yang mengkritik keras itu latrangan lebay.

Berbagai protes yang dilontarlan Pakar Hukum Pidana itu hal yang wajar, mengingat selama ini, pengemudi merokok sudah bukan hal baru dan wajar dilakukan, bahkan hingga saat ini pabrikan mobil menyediakannya sebagai fasilitas pemuas konsumen yang gemar merokok.

Di sisi lain, mungkin Budiyanto juga kurang memahami radio mobile itu berfungsi sebagai teman. Bisa teman perjalanan, belajar, kerja, bahkan bila isinya berbagai pengetahuan yang bermanfaat, justru akan sangat berguna. Selain itu, mendengarkan musik ketika mengemudi sendirian, justru membuat orang tidak kesepian dan dari sudut manajemen berlalu lintas, akan menambah konsentrasi, karena musik atau radio bersifat linier, serta tidak memerlukan interaktif yang membutuhkan konsentrasi lebih.

Bahkan merokok pun, bagi pengemudi yang biasa merokok, justru akan mencegah rasa kantuk, yang berarti bisa memanbah konsentrasi pula. Akan sangat lain bila sambil mengemudi orang bertelpon. Meski sudah menggunakan headset, namun interaksi antar pelaku (pengemudi dengan lawan telponnya), tetap akan mengurangi konsentrasi, sehingga wajar bila hal yang ini dilarang.

Demikian pula mengemudi sambil menonton televisi atau video, jelas akan memecah konsentrasi, dan sangatlah wajar bila dilarang, dengan sanksi tertentu bagi yang melanggarnya.

Pertanyaannya, mengapa ada penjabat lalu lintas yang sampai bisa menafsirkan semacam itu, dilansir oleh berbagai media, sehingga menuai protes?, serta bagaimana sebaiknya ke depan, sehingga tidak membingungkan serta meresahkan masyarakat ?

Manajemen Lalu Lintas

Mungkin, karena AKBP Budiyanto merupakan salah satu pejabat bidang lalu lintas di DKI, maka konsentrasinya ada di DKI, yang kondisi lalu lintasnya makin hari makin padat serta macet saja. Upaya memanaj dengan program ganjil genap yang pernah dicoba dan akan mulai diterapkan kembali, mungkin membutuhkan manajemen yang rapi, agar ketika diberlakukan, tidak ada persoalan yang muncul.

Bahkan upaya memperluas ruas jalan di DKI dengan jalan layang, MRT, LRT dan sejenisnya yang sedang dalam pengerjaan, belum memperlihatkan hasil yang nyata. Mungkin di tengah semakin padatnya lalu lintas di DKI itu, Budiyanto berfikir positif, yang intinya agar kecelakaan dapat diminimalkan, dengan mengeluarkan kebijakan pengemudi haruslah berkonsentrasi penuh.

Pikiran yang tujuannya sangat positif itulah yang selanjutnya menginspirasinya untuk menafsirkan  Pasal 106 Ayat 1 UU lalu lintas tersebut secara agak berlebihan. Namun, semua itu sangatlah manusiawi, dan dalam Ilmu Manajemen, memperbaiki kesalahan (termasuk kesalahan tafsir) itu bukanlah hal yang tabu, terlebih memalukan.

Demi kepentingan masyarakat, kesalahan penyataan tersebut bisa diperbaiki dan itu tentu yang yang ditunggu oleh masyarakat yang sangat terganggu dengan pernyataannya tersebut.

Dua Sisi

Memanaj lalu lintas dengan makin tingginya pertumbuhan jumlah kendaraan dibanding pertumbuhan luas jalan, tentu bukanlah hal yang sederhana. Memanaj lalu lintas hanya dengan memberlakukan berbagai aturan yang ada, terlebih bila disertai dengan tafsir yang dianggap berlebihan, tentu tidak akan efektif. Berdasarkan pengalaman, pelanggaran terhadap aturan yang ada baik disengaja atau pun tidak, menurut fakta sangat banyak terjadi, dan hal itu tentu bukanlah hal yang dikehendaki.

Karena itu, memberikan sosialisasi tentang berbagai aturan berlalu lintas, sembari merubah budaya masyarakat dalam berlalu lintas adalah solusinya. Bukankah secara sosiologis, orang akan berpartisipasi dalam kegiatan apa pun, termasuk berlalu lintas, bila mereka merasa dilibatkan dalam proses mengambilan keputusan, sekaligus memahami apa manfaat yang perubahan perilakunya tersebut bagi mereka.

Sebaliknya, bila tidak, maka yang terjadi adalah protes, atau perlawanan terhadap aturan itu, dan di era sekarang ini, model Yudicial Review  serta Uji Materi UU atau Peraturan memang sangat dimungkinkan.

Dengan demikian, karena dalam era modern yang makin kompleks, termasuk dalam memanaj lalu lintas jalan raya, maka kepentingan masyarakatlah yang harus jadi prioritas. Berbagai ketidak puasan antar pengguna jalan, baik antar angkutan, antar angkutan umum dengan masyarakat, bahkan yang terakhir masyarakat terkesan mudah terpicu oleh letupan sepele yang berakibat fatal, misalnya perusakan kendaraan dan konflik antar sesama pengguna jalan, maka sebaiknya pemberlakuan aturan perlu disesuaikan dengan situasi, suasana hati, serta kultur masyarakat kita, sehingga muaranya akan terjadi perbaikan serta kesejahteraan bagi semuanya.

 

Oleh : Liliek Winarni
Dosen (lektor Kepala) Administrasi Publik
UNISRI Surakarta
* Artikel ini telah dibaca 124 kali.
Kampusnesia
Media berbasis teknologi internet yang dikelola oleh Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *