SEMARANG[Kampusnesia] – Perbedaan yang mengemuka selama berlangsungnya kampanye Pilkada serentak, jangan sampai dikotori dengan isu SARA dan informasi hoax. Kedua isu itu berpotensi mengganggu kebhinekaan dan persatuan bangsa.
Kepala Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Dra. Hj. Jauharotul Farida M Ag mengatakan para pihak yang terlibat dalam kontestasi dan kompetisi Pilkada serentak diharapkan tetap menjunjung tinggi sportifitas dalam berdemokrasi.
“Kami menyerukan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam kompetisi politik di Jateng agar selama mengikuti kampanye Pilkada tetap menjaga kedamaian yang selama ini sudah terbina dengan baik. Isu SARA dan info hoax jangan dijadikan konten kampanye,” ujarnya, di Semarang, Minggu (4/3).
Menurutnya, agar situasi kondusif dan damai tetap tercipta di Jateng meski berada dalam suasana kampanye Pilkada, seperti sekarang ini dibutuhkan kebesaran jiwa dan tingginya kesadaran semua pihak tentang hakekat dan makna demokrasi.
Perbedaan pendapat dan pilihan, lanjutnya, merupakan sebuah keniscayaan yang harus sama-sama dijunjung tinggi dan dihormati oleh semua. Demikian juga dalam Pilkada serentak kali ini, perbedaan yang muncul jangan sampai meretakkan hubungan sosial dan persaudaraan yang selama ini sudah terlaksana dengan baik.
Dia mengingatkan masa kampanye masih panjang, jangan sampai konten-konten kampanye yang dihembuskan menyinggung persoalan Suku Agama dan Ras (SARA), termasuk memperuncing politik identitas. Demikian juga informasi yang berbau hoax jangan sampai mengotori materi kampanye yang disuguhkan kepada masyarakat.
Penolakan isu SARA dan informasi hoax selama berlangsungnya kampanye itu, menjadi salah satu pesan moral Jaringan Ulama Perempuan Indonesia (JUPI) yang awal Maret lalu mengadakan pertemuan di Masjid Istiqlal Jakarta dan mengeluarkan beberapa poin seruan terkait dengan akan dilangsungkannya Pilkada serentak Juni mendatang.
JUPI , tuturnya, merupakan wadah berhimpunnya para ilmuwan muslimah, pimpinan pesantren putri, aktivis perempuan, akademisi perempuan dan ustadzah. Wadah ini dibentuk dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia yang berlangsung di Cirebon 25-27 April 2017 dan diikuti 1.100 peserta.
Selain tentang penolakan SARA dan info hoax, ujar Farida, yang mengikuti pertemuan di masjid Istiqlal itu, JUPI juga mengeluarkan beberapa seruan. Pertama, tidak menyalahgunakan agama untuk kepentingan pragmatis. Kedua, Aparat penegak hukum bertindak tegas terhadap para pihak yang mengganggu pesatuan dan kesatuan bangsa.
Ketiga, para tokoh agama dan ormas hendaknya mengedepankan pendidikan politik kepada warga dan bersama-sama menjaga wibawa tempat ibadah. Keempat, seluruh umat beragama dan anak bangsa Indonesia melestarikan tradisi kearifan lokal melalui forum-forum perjumpaan kultural yang telah melembaga seperti pertemuan RT, arisan dan sebagainya. Kelima, seluruh komponen bangsa lebih intens membangun ruang-ruang perjumpaan yang mendorong penguatan civil society.(smh)