Home > HEADLINE > PWNU Jateng Larang Penggunaan Simbul NU Dalam Kampanye Pilkada

PWNU Jateng Larang Penggunaan Simbul NU Dalam Kampanye Pilkada

SEMARANG[Kampusnesia] – Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jateng melarang keras penggunaan simbul-simbul NU untuk kepentingan para Paslon Cagub-Cawagub Jateng  maupun Paslon Cabub-Cawabup di beberapa daerah dalam kampanye Pilkada tahun ini.

Wakil katib syuriyah PWNU Jateng KH Hudallah Ridwan Naim, Lc mengatakan hingga kini pihaknya belum menerima laporan adanya penggunaan simbul-simbul NU, untuk kepentingan mobilisasi Paslon Cagub-Cawagub Jateng maupun Paslon Cabub-Cawabup di beberapa Kabupaten di Jateng yang sedang menyelenggarakan Pilkada serentak 2018.“Diharapkan dalam kampanye Pilkada untuk seterusnya tidak terjadi penyalahgunaan simbul  NU. Kondisi ini sangat menggembirakan sekali jika bisa terjaga baik, hingga warga NU di Jateng  sudah menunjukkan semakin dewasa dalam mengikuti jalannya proses demokrasi, ” ujar Kyai Hudallah, di Semarang, Kamis (8/3).

Menurutnya,  para pihak yang terkait dalam penggalangan suara untuk memenangkan Paslon yang didukungnya sebaiknya tidak menyeret-nyeret NU dalam kompetisi Pilkada ini, kendati untuk Pilgub Jateng dari kedua pasangan yang bersaing terdapat dua kader NU, Taj Yasin dan Ida Fauziyah.

Warga NU, lanjutnya, baik yang sedang dicalonkan maupun yang sedang menjadi pendukung  harus sama-sama menyadari, memahami  dan menghormati mekanisme yang berlaku di organisasi NU.

KH Hudallah Ridwan Naim Wakil Katib Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah (PWNU Jateng)

Selama berlangsungnya kampanye Pilkada, dia menambahkan dua kader NU yang bersaing itu mampu menjaga dan membawa diri. Tidak saling serang dan menyudutkan dengan menggunakan amunisi simbul NU. Ini gejala yang sangat bagus sekaligus, etika berpolitik dan berdemokrasi diterapkan.

Mungkin sekali, ujar Kyai Hudallah, kondisi inilah yang menjadikan situasi politik di Jateng selama berlangsungnya kampanye hingga kini  tetap sejuk, tenteram dan dinamis. Karena kedua pihak yang bersaing mampu mengendalikan diri.

Bagi warga  NU perbedaan itu sesuatu yang wajar.  Apalagi sejak reformasi warga NU sudah seringkali dihadapkan dengan perbedaan pilihan politik, sehingga lama kelamaan sudah terbiasa. Momentum demokrasi dengan segala rangkaiannya tidak dianggap sebagai sebuah momentum yang istimewa alias biasa-biasa saja, yang penting pada saatnya tiba menggunakan hak suaranya secara bertangungjawab.

“Kepada warga NU kami berharap agar menggunakan hak pilihnya dalam Pilkada mendatang, jangan sampai ada yang golput atau tidak menggunakan hak suaranya,” tutur kyai Hudallah. (smh)

* Artikel ini telah dibaca 369 kali.
Kampusnesia
Media berbasis teknologi internet yang dikelola oleh Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *