NUSA DUA, BALI[Kampusnesia] – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memfokuskan pada kebijakan perlindungan konsumen dalam membangun industri financial technology (fintech), melalui pendekatan disiplin pasar sesuai sifat fintech yang fleksibel, market driven dan transparan.
“OJK memilih pendekatan yang paling sesuai dengan karakteristik fintech, yaitu pendekatan disiplin pasar untuk mengawasi fintech,” ujar Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida saat membuka Seminar Internasional Kebijakan dan Regulasi Fintech di Bali, Senin (12/3)
Dengan fokus pada perlindungan konsumen, lanjutnya, pengembangan fintech diharapkan sejalan dengan tugas OJK dalam membangun industri jasa keuangan yang sehat serta mendorong inklusi keuangan di masyarakat.
Menurutnya, untuk melindungi kepentingan konsumen termasuk data nasabah, perusahaan fintech harus menerapkan tata kelola perusahaan yang baik, seperti manajemen risiko sehingga mendorong transparansi, akuntabilitas, tanggungjawab, independensi dan keadilan.
Transparansi, dia menambahkan adalah faktor kunci keberhasilan pengembangan fintech, melalui sistem pelaporan yang jelas kepada konsumen dan kepada OJK.
“Untuk meningkatkan transparansi, harus ada standar tentang jenis informasi apa yang harus dimiliki fintech dan bagaimana detail informasi seharusnya. Laporan tersebut harus bisa dikonfirmasi oleh otoritas,” tuturnya.
Transparansi informasi mengenai hak dan kewajiban para pihak seperti investor, peminjam, platform, bank koresponden menyangkut potensi pendapatan, potensi risiko, biaya-biaya, bagi hasil, manajemen risiko dan mitigasi jika terjadi kegagalan harus dibuka seluas-luasnya.
OJK juga meminta perusahaan fintech wajib memberikan edukasi keuangan kepada konsumen agar pemahaman mengenai layanan fintech menjadi lebih baik.
Selain itu, kata Nurhaida, diupayakan agar fintech membangun lingkungan keuangan digital yang sejalan dengan upaya Pemerintah mendorong suku bunga rendah.
Sesuai amanat undang-undang, OJK adalah pengawas lembaga jasa keuangan, namun dalam prakteknya, pengawasan dengan pendekatan disiplin pasar ini dapat didelegasikan kepada pihak lain.
Pilihan pengawasan fintech melalui self regulatory organization (SRO) dalam implementasi pelaksanaan pasar juga bisa dilakukan, karena SRO berada di dekat pasar dan industri, sehingga kebijakannya sejalan dengan dinamika pasar. Namun, netralitas dan integritas SRO ini harus dijaga.
Hingga Januari 2018, perusahaan peer to peer lending yang terdaftar di OJK sebanyak 36 dan berijin 1 perusahaan. Sejumlah 42 perusahaan dalam proses pendaftaran.
Total pinjaman yang disalurkan perusahaan hingga periode Januari 2018 mencapai senilai Rp3 triliun atau meningkat 17,1% (ytd), dengan jumlah penyedia dana 115.897 mengalamipeningkatan 14,82% (ytd) dan jumlah peminjam 330.154 hingga tumbuh 27,16% (ytd).
Seminar Internasional ini digelar OJK bersama Bank Dunia dan dihadiri banyak perwakilan lembaga dalam dan luar negeri dan kementerian serta sejumlah perusahaan fintech di Indonesia.
Dari seminar ini, diharapkan OJK bisa membangun kebijakan dan pengaturan sistem pengawasan Fintech yang tangguh dan merakit ekosistem fintech yang sehat di Indonesia melalui kerja sama sinergis dengan berbagai negara dan lembaga-lembaga internasional. (rs)