SEMARANG[Kampusnesia] – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyarankan perusahaan financial technology (fintech) untuk menerapkan tata kelola perusahaan yang baik, termasuk manajemen risiko, sehingga mendorong transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi dan keadilan.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan upaya itu perlu dilakukan untuk melindungi kepentingan konsumen, termasuk data nasabah.
Menurutnya, transparansi merupakan faktor kunci keberhasilan pengembangan fintech melalui sistem pelaporan yang jelas kepada konsumen dan OJK.
“Mewujudkan peningkatan transparansi, harus sesuai standar tentang jenis informasi apa yang harus dimiliki fintech dan bagaimana detail informasi seharusnya. Laporan itu wajib dikonfirmasi oleh otoritas,” ujarnya.
Transparansi informasi, lanjutnya, mengenai hak dan kewajiban para pihak di antaranya investor, peminjam, platform, bank koresponden menyangkut potensi pendapatan, potensi risiko, biaya-biaya, bagi hasil, manajemen risiko dan mitigasi jika terjadi kegagalan harus dibuka seluas-luasnya.
OJK, dia menambahkan juga meminta perusahaan fintech wajib memberikan edukasi keuangan kepada konsumen agar pemahaman mengenai layanan fintech menjadi lebih baik, disamping mengupayakan fintech dapat membangun lingkungan keuangan digital yang sejalan dengan upaya pemerintah mendorong suku bunga rendah.
Dia menuturkan hingga Januari 2018, perusahaan peer to peer lending yang terdaftar di OJK mencapai sebanyak 36 dan yang berizin 1 perusahaan, sedangka sebanyak 42 perusahaan dalam proses pendaftaran.
Total pinjaman yang disalurkan perusahaan hingga periode Januari 2018 mencapai senilai Rp 3 triliun atau meningkat 17,1% (ytd), dengan jumlah penyedia dana 115.897 meningkat 14,82% (ytd) dan jumlah peminjam 330.154 tumbuh 27,16%. (rs)