SEMARANG[Kampusnesia] – Aksi demo protes terhadap puisi Sukmawati Soekarno Putri mulai merembet ke daerah, setelah ramai digelar di Jakarta, kini aksi protes itu juga digelar di Semarang depan kantor Mapolda Jateng, Jalan Pahlawan Semarang, Jumat (6/4).
Puluhan massa yang tergabung dalam Forum Umat Islam Semarang (FUIS) mendesak institusi Kepolisian agar segera memproses huku Sukmawati, mengingat pembacaan puisinya melecehkan agama.
Aksi itu, selain diawarnai orasi juga memebentangkan berbagai spanduk dan poster yang bertuliskan desakan dari mereka, di antaranya “Pak Polisi jangan cuma berani tangkap penghina Presiden, tapi juga tangkap penista agama”, juga spanduk lainnya bettuliskan “Walau sudah minta maaf, hukum harus ditegakan, menghina cadar dan azan harus ditangkap”.
Ketua FUIS Wahyu Kurniawan mengatakan aksi ini merupakan untui membela Islam terhadap penista agama, yang dilakukan Sukmawati, meski yang bersangkutan sudah meminta maaf, namun hukum tetap harus ditegakan.
“Permintaan maaf kami terima. Tapi kalau menista agama kemudian meminta maaf selesai, bakal akan muncul lagi yang lain,” ujarnya.
Selain membentangkan spanduk dan poster, peserta aksi juga membagikan selebaran kepada pengendara yang melintas. Selebaran yang bertuliskan tuntutan jika tidak ada tindak lanjut dari kasus puisi itu, maka FUIS mengajak massa turun melakukan aksi bela Islam.
“Kalau negara mau dipercaya, Sukmawati harus diadili,” tuturnya pengunjuk rasa lain Muchlis Fauzi.
Puisi “Ibu Indonesia” yang dibacakan Sukmawati dalam acara 29 tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week (IFW) 2018 itu, dianggap menyinggung syariat Islam, karena melecehkan adzan dan cadar.
Sementara Komunitas Sarjana Hukum Muslim Chapter Jateng menilai puisi karya Sukmawati Soekarnoputri yang berjudul ‘Ibu Indonesia’ itu melecehkan umat muslim.
Koordinator Komunitas Sarjana Hukum Muslim Chapter Jateng Hendro Dahsyat di sela-sela aksi damai yang dilakukan FUIS di halaman Polda Jateng itu menuturkan kasus ini sudah jelas adanya penistaan dan ujaran kebencian tentang ajaran Islam yaitu azan dan cadar.
“Kami sebagai umat muslim sudah memaafkan beliau, akan tetapi proses hukum harus tetap dilanjutkan. Jadi, tidak bisa hanya dengan maaf perkara bisa selesai,” ujarnya.
Menurutnya, sebagai tokoh nasional seharusnya Ibu Sukmawati belajar kepada kasus yang dialami mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Cahya Purnawama alias Ahok.
“Jangan sampai muncul Ahok-Ahok yang lain, ketika umat Islam merasa tidak mendapat keadilan oleh penguasa, sehingga sangat dimungkinkan apa yang terjadi di waktu yang lalu akan terulang,” tuturnya. (rs)