Home > HEADLINE > Alat Bukti Elektronik Berperan Dalam Penyelidikan Kasus Terorisme Bagi Pengegak Hukum

Alat Bukti Elektronik Berperan Dalam Penyelidikan Kasus Terorisme Bagi Pengegak Hukum

SEMARANG[Kampusnesia] –  Kejaksaan Agung RI memandang serius penggunaan alat bukti elektronik terhadap kasus terorisme.  Alat bukti elektronik sangat berperan dalam penyelidikan kasus terorisme karena para pelaku terorisme secara masif menggunakan media elektronik untuk berkomunikasi.

Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Jateng Priyanto  mengatakan pelaku terorisme semakin mengetahui penggunaan media elektronik menjadi lebih susah untuk ditelusuri. Berbeda dengan handphone. Mereka menggunakan email atau grup chatting untuk berkomunikasi serta melakukan propaganda melalui bulletin board atau mailing list.

Menurutnya, terorisme merupakan kejahatan yang bersifat Internasional dsan luar biasa yang menimbulkan bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat, sehingga perlu diberantas secara berencana dan bersama-sama.

Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003, lanjutnya, tentang tindak pidana terorisme merupakan UU khusus (lex spesialis).

“Dalam pasal 27, khususnya, mengatur alat bukti, salah satunya alat bukti elektronik. Itu yang perlu saat ini harus serius diperhatikan,” ujarnya saat menjadi pembicara Workshop on Using Electronic Evidence in Terorism and Transnational Crime Cases yang digelar atas kerja sama Biro Hukum dan Luar Negeri Kejaksaan Agung RI serta Departemen of Home Affairs Australia di JCLEC Semarang,‎ Kota Semarang, Kamis (12/4).

Workshop ini, sebagai upaya untuk menyamakan persepsi antara penegak hukum, khususnya Jaksa dalam menggunakan alat bukti elektronik dan bagaimana bekerja sama antar kejaksaan di tingkat ASEAN.

Kegoiatan itu, dia menambahkan diharapkan menjadi wadah bagi penegak hukum di negara-negara ASEAN untuk berbagi pengalaman. Bahkan memberikan rekomendasi strategi dalam penggunaan alat bukti elektronik pada perkara terorisme.

Penggunaan alat bukti media elektronik sudah pernah dibuktikan eksistensinya dalam putusan Nomor 148/pid.B/2011/PN.jkt.sel dengan terdakwa Abu Bakar bin Abud Baasyir alias Abu Bakar Baasyir yang menggunakan video teleconfrence dalam pemeriksaan saksi di sidang.

Saat itu, menurutnya, Jaksa memeriksa empat saksi dalam sidang, namun dipilih teknologi video teleconfrence dengan alasan keamanan.

Workshop yang diikuti sebanyak 10 perwakilan negara ASEAN itu, merupakan tindak lanjut dari pembuatan MoU antara Kejaksaan Agung RI dan Australian Attorney General Department yang ditandatangani pada Februari 2017.‎ (rs)

 

* Artikel ini telah dibaca 79 kali.
Kampusnesia
Media berbasis teknologi internet yang dikelola oleh Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *