JAKARTA[Kampusnesia] – Dewan Pers (DP) mengingatkan kepada seluruh wartawan dan pengelola media massa agar tidak berlebihan dan mengulang-ulang penayangan atau pemberitaan tentang aksi terorisme, karena akan berpotensi menimbulkan rasa takut dan ngeri di kalangan masyarakat.
Ketua DP Yosep Adi Prasetyo mengatakan ruang pemberitaan media pers dalam sepekan terakhir didominasi informasi tentang aksi teror di Mako Brimob Depok Jabar yang berlanjut ke peristiwa peledakan sejumlah bom di Surabaya Jatim. Patut disayangkan beberapa bagian pemberitaan yang ditayangkan itu mengandung unsur dramatisasi dan glorifikasi aksi teroris yang dikeluhkan masyarakat.
“DP mengingatkan kepada media ditengah hiruk pikuk pemberitaan kasus itu, bermunculan informasi yang simpang siur dan berita hoax di media sosial. Dengan demikian, media massa harus kokoh dalam menjaga prinsip-prinsip jurnalistik, kode etik jurnalistik, disiplin verifikasi independen dan menghormati kebhinekaan,” ujar Yosep di Jakarta, Selasa (15/5).
Menurutya, untuk menjaga agar media massa tetap menghormati prinsip-prinsip jurnalistik itu, DP mengeluarkan surat edaran (SE) nomor 02 tentang pemberitaan yang berlebihan tentang kejahatan terorisme tertanggal 14 Mei.
Melalui SE itu, lanjutnya, DP mendorong kepada wartawan dan pengelola media agar dalam memberitakan aksi teror mengacu pada peraturan DP nomor 01/Peraturan-DP/IV/2015 tentang Pedoman Peliputan Terorisme.
Pemberitaan aksi teror, dia menambahkan dapat menjadi oksigen bagi teroris, sehingga proporsi pemberitaan yang berlebihan mengenai aksi teror harus dihindari. Durasi penayangan yang berlebihan , berulang-ulang apalagi tanpa mencantumkan keterangan waktu, rincian gambar korban dan kengerian berpotensi menimbulkan ketakutan dan kengerian yang harus dihindari.
Yose[ menuturkan, penayangan seperti itu sejatinya justru melanjutkan pesan teror yang tujuan akhirnya menjadikan masyarakat semakin takut. Kalau ini yang terjadi maka misi teroris dianggap semakin sukses.
Melalui SE itu pula, DP juga mengingatkan kepada pers untuk tidak mengekspos identitas maupun visual pelaku maupun korban teroris yang masih berada di bawah umur sesuai dengan KEJ.
“Peringatan ini kami sampaikan semata agar pers dapat semakin maksimal dalam menjalankan fungsi pemberi informasi, edukasi, hiburan, kontrol sosial dan ekonomi sebagaimana diamanatkan UU No 40/1999 tentang Pers,” tuturnya. (smh)