SEMARANG[Kampusnesia] – Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang menggelar Festival Ekonomi Islam 2018 di kampus III, Rabu (16/5).
Festival ini digelar untuk menyosialisasikan ekonomi Islam yang saat ini ramai didiskusi sejumlah pihak.
Dekan FEBI UIN Walisongo Dr Imam Yahya MAg mengatakan kegiatan tersebut sekaligus dalam rangka memperkenalkan prodi baru manajemen UIN Walisongo.
“Rangkaian kegiatan yang digelar di antaranya seminar peran ekonomi dan keuangan syariah dalam Sustainable Development Goals (SDGS), pendidikan profesi lanjutan untuk akuntansi, lomba olimpiade ekonomi Islam hingga lomba paper,” ujarnya.
Dari kegiatan ini, lanjutnya, diharapkan muncul sejumlah gagasan tentang ekonomi Islam melalui kegiatan tersebut. Pihaknya tidak ingin ekonomi Islam hanya sebagai jargon saja, namun diharapkan ke depan dapat berkembang di Tanah Air.
“Selama ini sosialisasi ekonomi Islam tidak tepat, contohnya sosialisasi ke pesantren tapi bahasa yang digunakan tidak pas, sehingga kurang bisa diterima kalangan santri,” tuturnya.
Menurutnya, ketika menyosialisasikan ekonomi Islam pada kalangan profesional, materinya harus berubah, sehingga di hadapan para profesional, ekonomi Islam harus tampil kompetitif dibanding sistem yang sudah mapan.
Ekonomi umat Islam saat ini, dia menambahkan sudah semakin menuju ekonomi atas, sehingga bisa tampak prospek ekonomi Islam dan keunggulan.
“Kalau normatifnya, ekonomi Islam lebih adil dan aspek realitas memberikan kepercayaan yang lebih,” tutur Imam.
Dia menuturkan ekonomi Islam merupakan bagian dari Islam rahmatan lil alamin. Ekonomi Islam itu bukan gerakan tapi nilai yang universal dan bisa dipakai siapa saja.
Ketua panitia, Ratno Agriyanto mengatakan Festival tersebut juga dalam rangka Dies Natalies UIN Walisongo ke 48. Terkait lomba paper, para pemenang bakal diunggah di sejumlah jurnal ilmiah.
Menurutnya, festival ekonomi Islam juga sebagai ajang publikasi UIN Walisongo yang juga berkonsentrasi pada ekonomi, sehingga tidak hanya berkutat dalam bidang keagamaan.
“Kami juga ingin menunjukkan ke masyarakat ada sistem ekonomi alternatif selain yang sudah mapan,” ujar Retno. (rs)