SEMARANG[Kampusnesia] – Berbagai media baik konvesional, online maupun elektronik merupakan sarana strategi yang banyak dipergunakan untuk meningkat citra calon kepala daerah, dalam penyampaian visi dan misi. Namun banyak juga yang menggunakan media untuk menjatuhkan orang lain dengan kabar-kabar bohong (hoax).
Hal itu tersirat dalam diskusi Media Pilkada Bebas SARA yang diselenggarakan Institut Komunikasi Nasional (IKN), bersama Satgas Nusantara dan Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), di Unimus Semarang, Kamis (24/5).
Diskusi itu menghadirkan pembicara di antaranya Drs Tafsir M Ag Ketua PWM Jateng, Drs Yuwanto M Si Ph D DIS Fisip Undip, Kombes Sulistyo PH MSi Satgas NUSANTARA Polri, Setiawan Hendra Kelana Pimpred Suaramerdeka.com, Andi Dewanto Kabiro Kompas TV Jateng dan Cecep Burdansyah SH Pimpred Tribun Jateng.
Menurut Anggota Satgas Nusantara Mabes Polri, Kombes Pol Sulistyo Pudjo Hartono mengatakan Pilkada merupakan pengalaman bangsa dan sudah berapa kali dilewati momen seperti ini, namun meski sudah sering, masih banyak dinamika yang terjadi.
Dinamika terbaru, lanjutnya, yang patut diwaspadai adalah dibawanya isu Suku, Agama dan Ras (SARA) dalam Pilkada. Pada umumnya ada kelompok-kelompok yang memiliki ideologi berbeda, bertarung di media menyebarkan isu SARA itu untuk berebut pengaruh.
“Bahkan terdapat daerah lain di Indonesia, di anggap rawan dengan kontestasi politik dari calon yang memiliki background agama atau suku tertentu,” ujarnya.
Media massa, dia menambahkan diminta tidak ikut dalam penyebaran isu SARA tersebut. Media diminta melakukan filterisasi terkait informasi yang ada dan menjadi corong dalam pendidikan berpolitik.
“Kenapa saya minta media, karena bentuk hoax yang paling berpengaruh adalah yang berbentuk tulisan, gambar dan video,” tuturnya.
Dari hasil survei yang dilakukan, media penyebaran hoax terbesar adalah media sosial dengan 92,40%, disusul aplikasi chating 82,80%, dan situs web 34,90%. Sisanya adalah televisi, media cetak, email dan terakhir radio. Radio ini yang menjadi satu-satunya media massa yang kecil sekali dalam penyebaran informasi hoax.
Pengamat politik Undip Semarang Yuwanto menuturkan praktik politik merupakan gambaran dalam pembentukan state building dan nation building.
Menurutnya, jika Pilkada membawa kebersamaan, aman dan damai, ini menunjukkan kehidupan Indonesia sebagai bangsa berkembang, sehingga tujuan dari politik itu akan tercapai.
Pilkada, tutur Yuwanto, seharusnya dapat berfungsi sebagai sarana pendidikan politik yang efektif. Namun, ada tampilan ganda dalam Pilkada. “Apa itu, yakni disatu sisi wajah mempesona, penuh harapan, tapi wajah satunya adalah wajah sisi gelap, wajah buram,” ujarnya.
Wajah buram itulah, lanjutnya, yang harus diantisipasi. Banyak pihak yang ingin menjadikan Pilkada sebagai pasar taruhan yang dikendalikan oleh para bandar. Inilah yang harus diurai, untuk menjadikan Pilkada yang baik, dibutuhkan kemauan dan kemampuan semua pihak, untuk merawat Indonesia yang lebih baik ke depan. (rs)