Home > EKONOMI & BISNIS > Pemkot Semarang – Toyama Jepang Jalin Kerjasama Dibidang Transportasi

Pemkot Semarang – Toyama Jepang Jalin Kerjasama Dibidang Transportasi

SEMARANGKampusnesia] – Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang akan merevitalisasi sistem bahan bakar Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang dari Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG), bekerja sama dengan Pemerintah Toyama Jepang.

Revitalisasi sistem bahan bakar Bus Rapid Transit (BRT) itu, dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi emisi gas, sehingga diharapkan pencemaran udara yang terjadi selama ini dapat berkurang.

Kepala Divisi Kebijakan Lingkungan Hidup Pemkot Toyama. Koshin Takata mengatakan pihaknya akan membantu pendanaan sedikitnya 36 juta Yen, yang akan digunakan untuk mengubah sistem bahan bakar BRT dari BBM ke BBG.

Namun demikian, lanjutnya, perubahan tersebut tidak seluruhnya menggunakan gas, mengingata masih ada 30% bahan bakar solar untuk memantik pengapian pada bus BRT tersebut.

Menurutnya, kerja sama itu dalam upaya ramah lingkungan dan untuk mengurangi polusi udara yang berlebih. Dengan berkurangnya emisi, maka lingkungan di Kota Semarang akan terjaga dengan baik.

“Sedikitnya 36 dari 72 BRT yang akan melalui perubahan bahan bakar dari minyak ke gas, selain kerja sama ini akan mempererat hubungan antara Indonesia dengan Jepang, khususnya Semarang dan Toyama,” ujarnya di sela uji coba alat converter BBM ke gas di halaman Balai Kota Semarang, Selasa (24/7).

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Semarang, M Khadik menuturkan kerja sama akan direalisasikan, untuk menyukseskan kegiatan lingkungan hidup dan BRT ke depan diharapkan juga bisa ramah lingkungan dan mengurangi polusi udara.

Jika dikalkulasikan, lanjutnya, secara kasar sudah terlampaui 60% apabila menggunakan rata-rata hitungan 1:3. Hal ini berdasarkan survei jarak tempuh 16.5 km yang memerlukan 5.5 liter solar. Sedangkan saat menggunakan bahan bakar gas CNG dari jarak 16,5 km hanya memerlukan 1,48 liter. Artinya ada selisih 4,1 liter.

Selisih tersebut, dia menambahkan menunjukkan adanya penghematan/substitusi pemakaian bahan bakar solar sebesar 70-72%. Selisih 4,1 liter yang tergantikan tersebut menjadi bahan bakar gas yang terpakai, dari survei di Jakarta harga perliter BBG sebesar Rp3.100/liter gas.

“Kami sudah melakukan ujicoba, ternyata menggunakan bahan bakar gas lebih hemat ketimbang solar. Tenaga yang dihasilkan lebih kuat menggunakan gas sehingga sistem ini sangat efektif diterapkan di BRT,” tutur Khadik.

Menurutnya, armada BRT yang akan menggunakan gas bakal diterapkan pada koridor 1, 5, 6 dan 7 serta BRT Bandara. Pemilihan koridor tersebut karena berada jalur lokasi memiliki kepadatan cukup tinggi dan mempunyai kontur tanah naik turun.

Dengan menggunakan BBG secara lebih efektif dan tenaga yang besar, akan mengubah stigma masyarakat jika ditanjakan BRT juga bisa melaju dengan stabil.

“Pemkot Semarang sudah memilih BRT koridor 1, 5, 6, 7 serta bandara, karena daerah tersebut memang padat dan punya kontur tanah naik turun,” ujarnya.

Bahkan Pemkot Semarang juga akan melakukan kerja sama dengan PT PGN (Perusahaan Gas Negara) untuk melakukan pengisian bahan bakar dan akan dilakukan kerja sama pendirian statsiun BG, jika permintaan semakin meningkat.

Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan kerja sama ini merupakan kelanjutan komunikasi diplomatik antara Toyama dan Semarang. Bahkan sebagai komitmen dua kota dalam mewujudkan go green dan pengurangan gas emisi buang.

“Pola kerja sama adalah Pemkot Toyama memberikan hibah separuh pembiayaan untuk mengubah dari solar ke gas, dan telah dikalkulasi kebutuhan biaya hampir Rp10 miliar. Ini bentuk komitmen dua kota untuk memerangi polusi udara yang sudah sedemikian luar biasa,” tutur Hendi panggian akrab Hendrar Prihadi itu. (rs)

* Artikel ini telah dibaca 283 kali.
Kampusnesia
Media berbasis teknologi internet yang dikelola oleh Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *