SEMARANG[Kampusnesia] – Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi tidak bersedia menutup lokalisasi Suanan Kuning, jika kebijakan itu hanya sebagai ajang seremonial saja.
Menurutnya, penutupan itu jangan hanya sebagai seremoni saja, yang kemudian setelahnya para pelaku prostitusi justru berpotensi melakukan aktivitas serupa di tempat-tempat lain, termasuk berkeliaran di jalanan.
“Kalau bikin surat penutupan, gampang, tinggal bikin. Tapi kan perlu kajian yang mendalam agar upaya kita tidak menimbulkan masalah di sektor lain,” ujarnya saat melakukan diskusi terkait rencana tindak lanjut Resos Argorejo di Hotel Grasia, Semarang, Kamis (9/8).
Kementrian Sosial telah mengeluarkan kebijakan ‘Indonesia Bebas Lokalisasi Prostitusi Pada 2019’ dengan mendorong seluruh stakeholder di daerah, untuk dapat aktif terlibat mendukung target tersebut.
Tidak tanggung-tanggung, tercatat 43 lokalisasi diharapkan bisa tutup selambat-lambatnya pada 2019. Salah satunya adalah Resosialisasi Argorejo, Kota Semarang atau yang dikenal dengan sebutan Lokalisasi Sunan Kuning.
Hendi panggilan akrab Hendarar Prihadi itu menurutkan dalam upaya penutupan lokalisasi, banyak aspek yang perlu dipertimbangkan dan harus ditangani secara komprehensif.
“Jika berkaca pada kebijakan Kementrian Sosial bahwa lokalisasi sudah harus dihapus dari Indonesia di 2019, maka Kota Semarang juga harus mengikutinya,” tuturnya.
Dia menilai sangat tidak elok jika dalam sebuah kota ada aktivitas prostitusi di dalamnya. Naun tidak bisa serta merta menutup lokalisasi dengan tergesa-gesa, karena di lokalisasi itu banyak persoalan ekonomi.
Jika kebijakan mengharuskan lokalisasi ditutup, dia menambahkan perlu meminta para pelaku prostitusi itu sudah harus siap dan terampil untuk melakukan aktivitas lain yang positif.
Tak hanya itu, lanjutnya, pasca penutupan agar segera disusun perencanaan yang matang untuk dapat segera merubah kawasan bekas lokalisasi tersebut nantinya agar menjadi trademark baru Kota Semarang dengan citra yang lebih positif.
“Pada prinsipnya, harus komprehensif dan menjadi tanggung jawab bersama, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung,” ujarnya.
Dalam diskusi tersebut, Hendi menggandeng berbagai pihak, di antaranya pendamping WPS Sunan Kuning, Yayasan Kalandara, KPA Kota Semarang, Yayasan Lentera Asa, Sokoguru Foundation, Forum Kota Sehat, Komisi Penanggulangan AIDS, SSR Aiisyiyah Kota Semarang, LBH Apik, LO IAC Semarang, Semarang Gaya Community, Komunitas Odha Ohidha Semarang, Kodim 0733 BS Kota Semarang, Polrestabes Semarang, Kementrian Agama, Kejaksaan Negeri, Pengurus Kompleks Sunan Kuning, serta sejumlah perwakilan Perguruan Tinggi di Kota Semarang.
Hendi juga mewacanakan untuk merubah wajah lokalisasi Sunan Kuning menjadi berbeda. banyak upaya yang bisa dilakukan Pemkota Semarang untuk menutup Sunan Kuning tanpa menimbulkan masalah di sektor lain. Misalnya, membeli lahan tersebut dan digunakan untuk tempat berbeda, seperti Islamic Center.
“Tanah-tanah di lokalisasi tersebut bisa dianggarkan untuk dibeli pemerintah. Kemudian bisa dibuat tempat yang sama sekali berbeda, misalnya Islamic Center,” tuturnya.
Bahkan, lanjutnya, akan menawarkan kepada pihak swasta untuk mengambil alih lahan yang ada di Lokalisasi Sunan Kuning untuk dibangun menjadi yang berbeda dan postif. (rs)
.