SEMARANG[Kampusnesia] – Sejarawan Universitas Gajah Mada (UGM) Bambang Purwanto mengatakan sebagai ilmu yang memiliki obyek formal maupun obyek material yang berhubungan dengan masa lalu, sejarah selalu dipertanyakan relevansinya.
Menurutnya, dalam tradisi besar keilmuan konvensional, sejarah hanya difungsikan secara normatif sebagai nilai moral bukan saintifik.
“Kajian sejarah lebih berfungsi secara legitimatif bukan solusi,” ujarnya dalam Seminar Nasional dengan tema Teori dan Pendekatan Riset Terbaru Dalam Bidang Sosial Humaniora, di Hotel Noormans, Semarang, Senin (19/11).
Sebagai historiografi, lanjutnya, sejarah merupakan konstruksi tentang masa lalu yang sangat dipengaruhi oleh perubahan dalam konteks kekinian.
“Tidak ada sejarah tanpa masa lalu, namun sejarah selalu hadir sebagai produk kekinian dari masanya melalui jejak jejak yang ditinggalkannya dan agensi yang merekonstruksi nya,” tuturnya.
Seminar yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Undip, selain menghadirkan Sejarawan UGM Prof Bambang Purwanto, sejumlah narasumber hadir di antaranya Guru Besar Linguistik dan Sastra UNY Prof Dr Suminto A Sayuti, Guru Besar Antropologi UNNES Prof. Dr. Tjetjep R Rohedi. Pengantar diskusi Dekan FIB Undip Dr Rediyanto Noor; Moderator Dr Indriyanto.
Guru Besar Antropologi UNNES Prof Dr Tjetjep R Rohedi menuturkan sejumlah kendala masih dihadapi bagi para peneliti.
Menurutnya, yang dihadapi bagi riset budaya di antaranya kendala individu yang berkaitan dengan birokrasi.
“Adapun kendala yang dihadapi riset budaya terkait waktu yang sangat terbatas bagi para peneliti serta persoalan biaya,” ujarnya.
Tjetjep mengapresiasi kegiatan seminar nasional tersebut, karena melalui kegiatan itu diharapkan dapat segera merespons perkembangan kekinian, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
“Perkembangan yang cepat terkait perkembangan teknologi dan sosial, perlu segera direspon apa yang akan terjadi,” tuturnya. (rs)