Home > EKONOMI & BISNIS > Pemerintah Batalkan Kenaikkan Cukai Hasil Tembakau Untuk Dorong IKM

Pemerintah Batalkan Kenaikkan Cukai Hasil Tembakau Untuk Dorong IKM

JAKARTA[Kampusnesia] – Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mendukung pemberdayaan UKM dengan pembatalan pemberlakuan PMK No.146 Tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, yang diharapkan dapat mendorong usaha para peritel.

Menteri Perindustrian (Meperin) Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pembatalan pemberlakuan PMK No.146 Tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, guna mendukung pemberdayaan UKM.

“Kita sadari bersama rokok merupakan sumber utama omzet para pedagang UKM, sehingga pembatalan kenaikan cukai itu, dapat mempertahankan pendapatan para peritel,” ujarnya melalui keterangan resmi, Jumat (23/11).

Menurutnya, Kemperin mencatat industri pengolahan hasil tembakau mempunyai peranan penting dalam peningkatan ekonomi negara. Bahkan, sesuai Perpres No. 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, industri hasil tembakau termasuk salah satu sektor yang dikembangkan dengan tetap memperhatikan keseimbangan dalam hal penyerapan tenaga kerja, penerimaan dan kesehatan.

“Industri hasil tembakau yang bersumber pada kearifan lokal telah mampu bersaing dan bertahan menjadi industri dalam negeri yang memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian bangsa dengan penyerapan tenaga kerja dan kontribusi kepada pendapatan negara melalui cukai,” tuturnya.

Pada 2017, lanjutnya, penerimaan cukai dari sektor industri hasil tembakau mencapai senilai Rp147,7 triliun, mengalami peningkatkan 7,1% dibanding 2016 hanya sebesar Rp137,9 triliun. Bahkan 2016 nilai ekspor rokok menembus sebesar US$784 juta, meningkat menjadi US$866 juta pada 2017.

”Sektor ini mampu mempekerjakan sebanyak 7 juta petani. Industri yang dimulai dari rokok kretek ini telah berabad-abad umurnya. Sektor ini asli berkembang dari bumi pertiwi Indonesia,” ujar Airlangga.

Pemerintah, dia menambahkan juga memutuskan untuk merelaksasi industri rokok dari Daftar Negatif Investasi ( DNI), yang merupakan bagian dari paket kebijakan ekonomi ke-XVI. Kebijakan ini dilakukan, di antaranya untuk membantu tumbuhnya sektor IKM pengolahan tembakau.

Namun demikian, tutur Airlangga, jumlah industri rokok menurun karena sektor IKM-nya tidak tumbuh, mengingat selama ini mereka harus bermitra dengan industri besar jika usaha ingin bertahan.

Dia menuturkan untuk mendorong industri rokok berskala kecil dan menengah dapat tumbuh dan berkembang, pemerintah mengeluarkan industri rokok dari DNI dan tidak lagi mewajibkan bermitra dengan industri besar.

Dalam DNI yang telah direvisi, industri rokok kretek, rokok putih dan rokok lainnya masuk dalam kategori sektor yang terbuka untuk penanaman modal dalam negeri maupun asing (PMDN/PMA), sehingga tidak hanya investor asing yang bisa masuk ke sektor industri ini, tetapi juga bisa oleh investor dalam negeri.

Menurutnya selama ini industri rokok skala kecil dan menengah sebenarnya sudah mampu menghasilkan produksi yang relatif baik. Misalnya, dalam klasifikasi, industri rokok dikatakan kecil jika produksinya sekitar 300-500 juta batang rokok.

“Tetapi kalau 500 juta batang bagi industri rokok, skalanya tidak kecil. Kalau 500 juta batang itu satu batangnya Rp1.000, dia sudah dapat Rp500 miliar. Jadi kalau harus bermitra lagi dengan industri yang sudah di atas 50 miliar batang, itu kan menghambat industri kecilnya tidak bisa tumbuh,” ujarnya. (rs)

* Artikel ini telah dibaca 36 kali.
Kampusnesia
Media berbasis teknologi internet yang dikelola oleh Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *