SEMARANG[Kampusnesia] – Teknologi digital yang berkembang cepat semakin sulit dibendung, begitu juga seperangkat gedget yang diproduksi dengan berbagai jenis dan type kian canggih, hingga regulasipun terlambat untuk mengikutinya.
Hal itu, terungkap dalam Forum Group Discussion (FGD) yang digelar Forum Wartawan Pemprov dan DPRD Jateng (FWPJT) bersama Bank Jateng dan Dinas Kominfo Provinsi Jateng, Rabu (30/10)
FGD menghadirkan sejumlah nara sumber di antaranya Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jateng Abdul Hakam, Krisna Phiyastika (Pengasuh sekolah anak “Klub Merby”), Sri Mulyani, psikolog klinis RSJ Gondo Hutomo Semarang, Hanung Sukendro pemerhati anak, Teguh Prayitno Ketua Ikatan Jurnalistik Televisi Indonesia (IJTI) Jateng dan Solichul Huda pakar IT dari Udinus.
Seperangkat teknologi digital seperti gedget dinilai memiliki banyak pemafaatan sisi positif, namun juga terdapat dampak negatifnya. Semua tergantung penggunanya, jika tidak bisa menyikapinya dengan bijak.
Menurut Hanung Sukendro dan Krisna Phiyastika sebagai pemerhati anak menilai gadget bukan musuh tapi teman main bagi anak-anak, sepanjang ada pembinaan dan pemberian pengetahuan terhadap mereka.
“Kita harus merubah stigma bahwa gadget itu sesuatu yang menakutkan, tapi gadget merupakan teman bermain anak-anak. Namun, bagaimana kita menyikapinya,” ujarnya.
Krisna yang juga pengasuh sekolah anak “Klub Merby” menuturkan dari penelitian yang dilakukan di lingkungan klubnya, dampak gadget penggunaan kaca mata meningkat 30% pada 2015 dan melonjak lagi menjadi 50% pada 2019.
“Tapi hal itu apakah karena smartphone atau tidak, saya tidak tahu. Itu dari sisi kesehatan mata. Meski demikian itu, tidak bisa kita bendung tapi kita sebagai orang tua perlu membuat rule atau aturan supaya anak-anak memahami penggunaan gadget yang baik,” ujar Krisna.
Selain memahami penggunaan gedget dengan baik juga sebagai upaya pencegahan perilaku sulit pada anak, sulit beraktifitas yang seharusnya, sulit mandi, sulit makan dan lainnya karena terlalu asyik menggunakan gadget.
“Dalam penggunaan gadget pada anak harus ada peraturan yang harus benar-benar disepakati, peraturan harus konsisten dan disiplin. Buat kebiasaan baik di keluarga. Orang tua harus tegas tapi tidak otoriter,” tuturnya.
Senada Hanung menuturkan kalau orang tua melarang penggunaan gadget, wajib memberikan aktifitas lain sebagai pengganti gedget bagi anak-anak.
“Karena gadget menjadi permainan anak-anak, kalau dilarang orang tua wajib memberikan gantinya dengan aktifitas lain yang lebih menyenangkan,” ujar Hanung.
Sementara menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jateng Abdul Hakam, penggunaan gadget yang berlebihan akan memicu peningkapan hormon dopamin.
“Peningkatan hormon, sering marah, terjadi gangguan penglihatan, mata minus akan lebih banyak terjadi dalam 5 tahun depan. Selain itu, akan mempengaruhi jam istirahat (tidur) dan sakit kepala. Solusinya mungkin penggunaan gadget maksimal satu jam,” tutur Abdul Hakam.
Sri Mulyani juga mengatakan beberapa pasien di RSJ karena sudah sangat ketagihan dan tidak bisa meninggalkan gadget.
“Waktu perawatan maksimal 21 hari, dengan metode terapi perilaku dan di tes kondisi. Bahkan tahun ini ada 8 pasien berasal dari pantura terkena gangguan kesehatan akibat berlebihan dalam penggunaan gedget,” tuturnya.
Pembicara lain, Solichul Huda mentatakan Smartphone aman dari radiasi, dari sisi IT untuk mengurangi kecanduan, anak-anak diajarkan bagaimana menjadi kreator game dan kontrol penggunaan dengan pembatasan jaringan.
“Perlu juga ada regulasi tentang penggunaan game khususnya yang online, yang kini semakin berkembang pesat,” ujarnya. (rs)