BATANG[Kampusnesia] – Kebijakan Pemerintah penghapusan tenaga honorer dipastikan bakal menghambat dan mengalami kesulitan bagi pemerintah daerah dalam pemenuhan kebutuhan pegawai di sejumlah instansi.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengatakan kebijakan penghapusan tenaga honorer akan membuat daerah mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan pegawai di sejumlah instansi, BUMD dan lainnya.
Menurutnya, kekurangan yang paling terasa adalah di bidang tenaga pendidik atau guru apabila keputusan ini diberlakukan.
“Kalau itu tenaga honorer dihapus dan tidak boleh, maka kita kekurangan pegawai. Guru saja kita kurang, kalau itu dipangkas, kita ndak ada guru. Lho yang mau ngisi siapa?,” ujarnya usai meresmikan Mall Pelayanan Publik di Kabupaten Batang, Kamis (23/1)
Selama ini, lanjutnya, negara belum mampu menyediakan pegawai sesuai kebutuhan, sehingga di beberapa daerah, pengangkatan tenaga honorer adalah salah satu cara untuk menutupi kekurangan.
“Bisa saja solusinya boleh mengangkat honorer, tapi syaratnya daerah yang ngangkat honorer harus membiayai sendiri, tidak membebani pemerintah pusat. Saya kira, itu solusi yang sangat bagus,” tuturnya.
Dia menambahkan selama negara belum mampu memberikan pegawai sesuai kebutuhan, maka harus ada inovasi untuk mengisi kekosongan-kekosongan kebutuhan tenaga itu.
“Yang penting kontraknya saja. Sebenarnya ada format Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) yang bisa ditempuh. Tapi untuk kerja yang sifatnya terbatas, maka tenaga kontrak diperlukan. Untuk menghindari honorer, ya tinggal dikontrakkan saja, jadi ada determinasi waktu untuk mengerjakan itu,” ujarnya.
Selain itu, tutur Ganjar, masih banyak inovasi lain yang bisa dilakukan untuk pemenuhan pegawai. Semua dapat dilakukan agar pelayanan publik tidak terganggu.
“Ketika pemerintah belum sanggup memberikan jaminan suplai pegawai, maka tenaga kontrak diperlukan. Tinggal formatnya apa P3K, harian lepas (harlep) atau konsep honorer. Kalau honorer sekarang tidak boleh, kita pakai harlep saja,” tutur Ganjar.
Sementara itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo mengatakan daerah diminta tidak mengangkat tenaga honorer lagi. Dalam setahun atau dua tahun ini, hingga persoalan penataan itu selesai dilakukan.
“Denggan demikian, ke depan semua tertata rapi untuk membangun sistem tata kelola pemerintahan yang baik. Mereformasi birokrasi memang harus dimulai dari awal,” ujarnya.
Menurutnya, sudah menjadi pembahasan sejak 2018 lalu. Pemerintah sudah berupaya melakukan penyaringan termasuk tes ulang tenaga honorer yang dapat diangkat menjadi ASN.
“Yang tidak memenuhi standar, pemerintah tetap berupaya menjadikannya P3K. Minimal jangan sampai karena faktor usia, mereka tidak bisa menjadi ASN kemudian terlantar. Kami akan perhatikan. Kami sudah bertemu dengan berbagai instansi soal ini, Kemendikbud itu yang terbanyak, karena honorer terbesar memang guru dan kedua honorer di pegawai kesehatan,” tutur Tjahjo. (rs)