Ketua Fraksi PPP DPRD Jawa Tengah H Masruhan Samsurie
SEMARANG[Kampusnesia] – Aksi turun ke jalan atau demontrasi untuk memperjuangkan sebuah kebenaran harus dilakukan dengan cara-cara yang benar dan tidak boleh mengabaikan etika dalam berdemonstrasi dan berdemokrasi.
Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPRD Jawa Tengah H Masruhan Samsurie mengatakan kalau memperjuangkan kebenaran yang ditempuh dengan cara yang salah dan mengabaikan etika justru kontra produktif, bisa jadi masyarakat yang pada awalnya mendukung akan berbalik sikap mengecam
“Karena itu, siapa saja, terutama generasi muda termasuk para pelajar dan mahasiswa harus belajar demokrasi dengan benar, kalaupun aksi unjuk rasa menjadi pilihan untuk berekspresi, tetap tidak boleh meninggalka etika,” ujar Masruhan, Rabu (7/10).
Masruhan menuturkan hal itu terkait dengan kejadian perobohan pintu gerbang, pemecahan kaca mobil di halaman DPRD Jateng dan pelemparan batu ke petugas Kepolisian oleh sebagian demonstran yang menuntut pembatalan UU Omnibuslaw yang berlangsung di halaman kantor DPRD Jateng, Jalan Pahlawan Semarang, Rabu siang (7/10).
Menurutnya, aksi unjuk rasa turun ke jalan untuk mengungkapkan ketidakpuasan atas sebuah kebijakan atau keputusan bukan hal yang tabu dalam negera demokrasi, termasuk Indonesia, tetapi merupakan sebuah keniscayaan. Dalam demo sejatinya terdapat sisi-sisi pendidikan demokrasi dan politik yang dapat ditransformasikan kepada masyarakat
Karena itulah, lanjutnya, para mahasiswa dan pelajar perlu dilatih dan dibekali kemampuan berkomunikasi saat berinteraksi dengan publik dengan tetap menjunjung tinggi etika.
Dia menuturkan aksi demo yang ber-etika, terutama yang digelar di tempat-tempat umum akan mendatangkan simpati masyarakat yang sedang menyaksikan aksi demo dijalan umum.
Demonstrasi yang beretika, tutur Masruhan, sekaligus menjadi cermin tingginya peradaban dan budaya sebuah bangsa, sehingga agenda pengungkapan pendapat di ruang publik tidak berubah menjadi agenda yang menakutkan, tetapi justru sebaliknya menjadi sesuatu yang menyenangkan.
Masruhan menambahkan aksi demo di negara-negara yang demokrasinya maju, menjadi sajian yang menyenangkan bagi publik. Sikap dan statemen kritis yang dilontarkan meski pedas, namun tetap beretika, sehingga munculnya sikap pro kontra tidak sampai menjadi pemicu munculnya sikap permusuhan diantara pihak – pihak yang mendemo maupun yang didemo.
“Kami berharap, ke depan masyarakat yang berunjuk rasa atau berdemonstrasi hendaknya menyiapkan diri baik, isu yang diunggah menarik, disampaikan secara benar dan etis,” tuturnya.
Seperti diketahui ribuan masa gabungan dari para mahasiswa, organisasi masyarakat dan kalangan buruh menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jateng dan Kantor Gubernuran Jateng Jalan Pahlawan Semarang, Rabu (7/10).
Mereka menolak RUU Omnibus Law dan UU Cipta Lapangan Kerja, serta kebijakan pemerintah yang dinilai memberatkan buruh dan rakyat. Aksi massa yang datang tanpa menerapkan protokol kesehatan, physical distancing memadati depan pintu gerbang kantor DPRD Jateng sejak siang hari.
Masa yang berasal dari gabungan buruh pekerja, organisasi masyarakat, hingga mahasiswa berbagai perguruan tinggi berdatangan di Jalan Pahlawan itu dan mulai menggelar aksi unjuk rasa sekitar pukul 12.25 WIB.
Aksi masa semula berjalan lancar, aman, meski dalam pengawasan ketat dari aparat Kepolisian Polda Jateng, Polrestabes Semarang, Kodim dan Satpol PP Jateng. Namun, menjelang sore aksi semakin sulit dikendalikan hingga mereka mendorong hingga merobohkan pintu gerbang besi DPRD Jateng dan berusaha masuk halaman DPRD.
Tidak hanya itu, aksi masa terus berubah tidak terkendali lantaran beberapa orang mulai memprovokasi dengan merusak tulisan kantor Provinsi Jateng dan DPRD Jateng yang terbuat dari alumuniun, pagar taman dan sejumlah pot bunga diporakporadakan .
Bahkan mereka mulai melempari batu, petasan asap, ke arah petugas dan sejumlah mobil yang sedang di parkir di halaman DPRD dengan brural hingga banyak kaca mobil pecah dan lemparan batu juga mengenai sejumlah petugas.
Aksi masa yang tak terkendali itu, akhirnya terpaksa dibubarkan anggota Polrestabes Semarang dengan menggunakan water canon, meski sebelumnya mereka telah diingatkan untuk demo dengan damai dan baik.
Selain membubarkan aksi masa yang berubah ricuh, petugas juga mengamankan puluhan orang yang diduga menjadi provokator yang memicu aksi pelemparan batu tersebut. (smh)