Home > EDITOR'S CHOICE > Mencermati Pelanggaran Dalam Pemilukada 2020

Mencermati Pelanggaran Dalam Pemilukada 2020

                                                                          Oleh:  Suryanto

Pesta demokrasi kembali akan digelar pada akhir tahun 2020 ini, dimana akan dilakukan pemilihan kepala daerah  (Pemilukada) serentak di 270 daerah pemilihan. Pesta yang akan digelar tanggal 9 Desember ini meliputi 9 Provinsi, 224 Kabupaten dan 37 Kota.

Pemilu, adalah suatu mekanisme pelaksanaan demokrasi sangat prinsipil bersumber pada dua masalah pokok yang terdapat dalam praktek kehidupan ketatanegaraan, yaitu tentang kedaulatan rakyat dan paham demokrasi.

Belajar dari pengalaman masa lalu, sejak bergulir reformasi dibentuklah Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga penyelenggara Pemilu. Karena dianggap memiliki banyak kekurangan, maka dibutuhkan lembaga baru untuk membantu kinerja KPU, yaitu Panwas (pengawasan pemilu), sesuai SK KPU No. 88 Tahun 2003.

Keberadaan Banwas dievaluasi dan dipermanenkan dengan didirikannya Badan Pengawas Pemilu (BAwaslu), merupakan salah satu lembaga penyelenggara Pemilu, didirikan pada 2009, karena amanat UU No.22  Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum.

Keberadaan Bawaslu tidak terlepas dari pentingnya mekanisme pengawasan untuk terwujudnya pemilu/pemilukada yang demokratis dan berkualitas.

Pola Pelanggaran Pemilukada

Dalam sejarah perjalanan Pemilu/Pemilukada selalu terjadi berbagai macam pelanggaran, baik yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) maupun oleh peserta Pemilu.

Beberapa potensi pelanggaran yang terjadi dapat diidentifikasi sebagai berikut, Pertama Pemilih yang tidak terdaftar di DPT, Pemilih yang tidak terdaftar di DPT biasanya menjadi enggan untuk datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) meski mereka tetap bisa datang ke TPS dengan menggunakan KTP elektronik atau surat keterangan.

Kedua Formulir C6 tidak disebar, Formulir C6 adalah surat pemberitahuan untuk memilih yang biasanya akan diberikan kepada warga untuk menginformasikan kepada warga tentang lokasi TPS mereka. Ketiga Pemilih ganda, Pemilih ganda dapat memilih lebih dari satu kali karena terdaftar di DPT lebih dari satu kali.  Menurut UU No. 12 Tahun 2008 Pasal 115, pemilih ganda atau orang yang menggunakan identitas palsu terancam hukuman pidana penjara.

Keempat  ‘Ghost voter’, yaitu pemilih yang menggunakan hak pilih bukan atas nama dirinya atau menggunakan identitas orang lain untuk menggunakan hak pilih. Kelima,  Kecurangan logistik. Ketersediaan logistik harus dihitung benar. Alasan logistik ini juga yang membuat penting untuk memiliki rekap pemilih yang akan menggunakan suket (surat keterangan) di TPS.

Selain itu, pengiriman kembali logistik untuk penghitungan kembali juga rentan dicurangi. Keenam Praktik politik uang, Hampir semua perkara di Mahkamah Konstitusi masih seputar praktik politik uang. Di beberapa daerah terjadi politik uang, MK memerintahkan pemilihan ulang.

Ketujuh, Petugas yang tidak netral, Netralitas petugas penyelenggara pilkada terutama dalam level TPS sangat penting untuk mengantisipasi kecurangan. Untuk meminimalisir pelanggaran dan kecurangan pilkada, maka masyarakat juga diharapkan dapat berperan aktif mengawasi pelaksanaan pemilu dan perhitungan hasil rekapitulasi.

Jenis pelanggaran lain yang sangat sulit dibuktikan namun terlihat nyata adalah mengenai pengerahan aparat pemerintah daerah oleh petahana untuk melakukan pelayanan maksimal  kepada  masyarakat  di  daerah  dengan  harapan  rakyat  atau  pemilih  menjadi  terkesan dengan kinerja petahana.

Selain  itu, pelanggaran lain, adalah mengerahkan ASN (Aparat Sipil Negara)  dengan  mengajak saudara, tetangga atau  bahkan temannya untuk memilih petahana. Intruksi seperti ini biasanya dikemukakan secara lisan dan terkesan rahasia, sehingga disampaikan melalui sekretaris daerah (sekda).

Pengawasan Masyarakat

Perubahan UU No.8 Tahun 2015 sebagaimana telah dirubah dengan UU No.10 Tahun 2016 tentang pemilukada, salah satu point krusialnya adalah penguatan Bawaslu dalam menegakkan aturan pemilukada.

Lembaga tersebut diberi wewenang menerima, memeriksa, dan memutus terkait tindak pidana menjanjikan dan memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara atau pemilih. Upaya hukum ini dimulai dari Bawaslu Provinsi ke Bawaslu Pusat hingga ke tingkat Mahkamah Agung (MA). Hal ini terkait pengawasan Pemilukada menjadi aktor penting sukses tidaknya penyelenggaraan Pemilukada.

Untuk memenuhi Pemilu yang aspiratif dan demokratis, dibutuhkan partisipasi pemilih baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui partisipasi masyarakat sebagai warga publik, mampu membedakan persoalan pribadi dengan  masyarakat.

Sebagai konsep yang berkembang dalam sistem politik modern, partisipasi merupakan ruang bagi masyarakat untuk melakukan negoisasi dalam perumusan kebijakan terutama yang berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat. Hal ini sejalan dengan konsep mewujudkan demokrasi, yaitu perubahan institusional-struktural dan perubahan kultural.

Perubahan institusional-struktural meliputi tiga sistem yaitu sistem amandemen, legislasi dan regulasi penyelenggara Pemilu. Sedangkan perubahan kultural meliputi dua sistem yaitu sistem pendidikan dan rekrutmen kepemimpinan politik.

Salah satu bentuk partisipasi masyarakat, selain dengan memberikan hak suaranya sesuai calon yang diinginkan, adalah melakukan pengawasan terhadap jalannya penyelenggaraan Pemilu. Pengawasan Pemilu sebagai kegiatan mengamati, mengkaji, memeriksa dan menilai proses penyelenggaraaan Pemilu baik legislatif maupun eksekutif baik di pusat maupun di daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang sudah ada.

Pengawasan oleh rakyat dapat dilakukan dalam 2 (dua) cara, secara langsung dan tidak langsung. Secara  langsung, dilakukan dengan mengkritisi segala jenis kegiatan para calon, ikut hadir dalam pemaparan visi dan misi sewaktu debat calon kepala daerah, memantau rekam jejaknya, dan yang tidak kalah penting adalah mengawal proses perhitungan suara. Sedangkan secara tidak langsung dapat dilakukan melalui diskusi dan membuat tulisan di media, panflet atau jurnal mengenai pentingnya Pemilukada.

Untuk mewujudkan pengawasan yang efektif dan efesien tidak dapat hanya dipikul oleh Panwaslu dan jajarannya. Masyarakat perlu berperan aktif dalam mengawasi pelaksanaan Pemilukada, khususnya ketika dalam perhitungan di tingkat TPS. Karena seringkali kesalahan banyak terjadi ketika penghitungan di tingkat TPS telah memasuki waktu  normal manusia bekerja sehingga daya konsentrasi menurun dan ini seringkali dimanfaatkan oleh oknum tim sukses dengan melakukan kecurangan.

Selain itu, control/pengawasan juga dapat dilakukan oleh LSM, NGO’s, yang bergerak di bidang Pemilu menjadi sangat penting untuk membantu Panwaslu mewujudkan pemilukada yang jujur dan demokratis.  Langkah untuk mewujudkannya dengan mendorong lembaga-lembaga pengawasan agar menjalin hubungan baik dan bersinergi dengan kelompok masyarakat sipil, menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi dan organisasi kemahasiswaan, dan mengembangkan model pengawasan berbasis teknologi informasi (IT) sebagai alat (tool) untuk melakukan pengawasan.

Hal ini harus dibarengi dengan penyediaan infrastrutur dan suprastruktur yang mumpuni. Ditambah dengan memberikan kewenangan lebih besar kepada Bawaslu untuk dapat menindak di setiap pelanggaran. Mari bersama mengawasi dan menyukseskan Pemilukada 2020.

(Suryanto Ssos MSi Staf Pengajar Komunikasi Poltik Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang)

 

* Artikel ini telah dibaca 47 kali.
Kampusnesia
Media berbasis teknologi internet yang dikelola oleh Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *