Home > EKONOMI & BISNIS > AGRIBISNIS > Ganjar Acungi Jempol Upaya Eks Napiter Membudidayakan Ternak Lele

Ganjar Acungi Jempol Upaya Eks Napiter Membudidayakan Ternak Lele

SEMARANG[Kamousnesia] – Machmudi Hariono alias Yusuf nampak sibuk menyiapkan tempat di rumahnya, Gisikdrono Rt4/13 Kecamatan Semarang Barat, Kamis (4/3). Didampingi beberapa warga, mantan narapidana terorisme itu begitu cekatan menata kursi serta membersihkan kolam-kolam lele yang ada di depan rumahnya.

Tidak biasanya Yusuf melakukan itu, apalagi sampai dibantu beberapa warga. Namun pagi itu dia nampak sibuk, karena mendengar Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo akan singgah ke rumahnya.

Tepat pukul 07.15 WIB Ganjar tiba di lokasi itu. Sambil gowes pagi dengan menyempatkan mampir ke kediaman Yusuf yang juga sebaghai Ketua Yayasan Persadani, yayasan yang menaungi eks napiter di Jawa Tengah.

Di tempat tersebut, Ganjar langusung ngobrol gayeng bersama Yusuf terkait proses reintegrasi sosial yang dilakukannya. Mantan anak buah Noordin M Top yang pernah dihukum 10 tahun itu mengatakan ternak lele adalah cara untuk memuluskan proses reintegrasi sosial itu. Dengan cara itu, Yusuf dan beberapa rekan eks napiter di Semarang bisa dengan mudah diterima oleh masyarakat.

“Secara kejadian, saya dulu ditangkap di daerah sekitar sini. Saat itu masyarakat juga gempar, sehingga hari ini saya kembali ke sini dan menjadi warga sini sekaligus bertanggungjawab memulihkan rasa was-was di tengah masyarakat. Ini sebagai tanggungjawab moral saya pribadi,” ujar Yusuf.

Yusuf yang ditangkap karena menyembunyikan bahan peledak hampir 1 ton itu menuturkan proses reintegrasi sosial dengan cara ternak lele ternyata efektif. Dengan cara itu, dia bisa diterima masyarakat dan bahkan banyak yang menjadikannya sebagai rujukan setiap ada kejadian terorisme.

“Saya juga selalu mengingatkan agar masyarakat tidak terpengaruh pada ajakan-ajakan yang bersifat radikalisme dan terorisme. Apalagi, ajaran itu sekarang banyak di media sosial. Harus ada langkah preventif agar terhindar dari paham-paham radikal itu,” tuturnya.

Tak jarang, lanjutnya, masyarakat bertanya tentang pengalamannya menjadi bagian dari gerakan terorisme dan upaya untuk mencegahnya. Melalui obrolan santai, dia menjelaskan dengan pelan dan narasi yang mudah diterima masyarakat.

“Kalau ketemu di warung, sambil lesehan ada yang tanya soal itu, saya jelaskan pelan-pelan. Intinya jangan sampai masyarakat terbawa pada image dan praduga mereka, saya berikan titik terang untuk memahami. Ternak lele ini, salah satu cara saya memudahkan berkomunikasi dengan warga,” ujarnya.

Dia meminta masyarakat berhati-hati dengan masifnya penyebaran paham radikal dan terorisme itu. Sebab, pengaruh paham itu sekarang sangat mudah disebarkan melalui medsos.

“Harus lebih waspada, siapapun dan dimanapun bisa terkena paham ini. Jadi harus memproteksi diri dengan memperbanyak narasi. Saya sendiri akan berusaha menjelaskan hal-hal itu, sehingga pencegahan bisa kita lakukan,” ujarnya.

Ganjar pun mengacungi jempol langkah reintegrasi sosial yang dilakukan Yusuf dan eks napiter lain di Jawa Tengah. Menurutnya, mereka bisa menjadi rujukan sekaligus duta perdamaian di tempatnya masing-masing.

“Ini keren ya, apalagi caranya bagus, ada kreatifitas yang dibangun. Di Genuk ada ternak lele, di sini jua sama, di Solo ada warung soto. Dengan cara-cara itu, maka penerimaan masyarakat akan jadi baik,” tutur Ganjar.

Para eks napiter ini, lanjjutnya, bisa menjadi rujukan atau duta perdamaian untuk masyarakat. Sambil ngobrol, mereka bisa menjelaskan tentang bahaya paham radikalisme dan terorisme.

“Sambil guyon mereka bisa menjelaskan, saat ada masyarakat tanya tentang kejadian terorisme yang masih terjadi. Sekarang kalau ada cerita-cerita itu, kawan-kawan ini jadi narasumber. Ini cara bagus, sehingga penerimaan masyarakat juga bagus. Apalagi mereka juga caranya menarik, elegan sekaligus produktif karena mengembangkan bisnis untuk mereka dan warga sekitar,” ujarnya. (rs)

* Artikel ini telah dibaca 53 kali.
Kampusnesia
Media berbasis teknologi internet yang dikelola oleh Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *