Oleh: Gunawan Witjaksana
Di masa Pandemi Covid-19 yang kondisinya makin mengkhawatirkan saat ini, akhirnya Presiden Joko Widodo menetapkan PPKM Darurat di wilayah Jawa- Bali. Bahkan instruksi Mendagri pun menegaskannya, dengan menginstruksikan pemerintah daerah untuk melaksanakan sekaligus mengawal pelaksanaannya di lapangan.
Respon para kepala daerah yang terlihat melalui pemberitaan berbagai media, sangatlah positif. Para kepala daerah langsung menindaklanjutinya bersama para aparatnya. Aturan menyangkut PPKM Darurat pun telah tersosialisasi lewat berbagai media, bahkan di media sosial pun melalui berbagai grup garis-garis besar kebijakan tersebut telah tersosialisasi dengan baik.
Sayangnya, seperti yang disinyalir Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, di hari pertama pelaksanaan seperti belum ada perubahan.
Jalan- jalan masih cukup ramai, restoran dan warung- warung makan masih memperbolehkan konsumen makan di tempat, dan sebagainya, meski sudah ada juga Swalayan besar di Semarang misalnya tutup tepat waktu.
Demikian pula masih ada anggota masyarakat yang tidak mengikuti protokol kesehatan (prokes), utamanya yang paling menonjol belim memayuhi menggunakan masker dan menghindari kerumunan.
Pertanyaannya, mengapa hal tersebut masih terjadi?, serta bagaimana mengupayakan agar masyarakat ikhlas berpartisipasi, agar Pandemi Covid-19 bisa segera diakhiri?.
Well Informed
Dalam bahasa sosiologis, masyarakat akan berpartisipasi dalam pembangunan (antara lain bidang kesehatan dengan mengikuti prokes), bila mereka merasa dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.
Tentu partisipasi tersebut juga harus dibarengi dengan cukupnya informasi (well informed), terkait misalnya dengan manfaat prokes bagi mereka.
Sayangnya, hingga saat ini masih saja ada yang belum yakin Covid-19 ada dan berbahaya, dan mereka beranggapan kematian yang terjadi itu adalah takdir Allah SWT.
Ada pula yang percaya, namun dianggapnya ringan dan akan sembuh sendirinya, terlebih keyakinan mereka ini diperkuat dengan orang tanpa gejala (OTG), yang sebentar kemudian sehat kembali. Mereka kurang faham bahwa justru OTG inilah yang mudah menularkan, dan justru itulah pentingnya memakai masker.
Berbagai silang pendapat antar mereka yang dianggap ahli, baik terkait prokes, terlebih terkait obat yang saat ini sedang dibutuhkan masyarakat, masih saja mencuat di media.
Yang paling aktual adalah salah satu obat yang sedang viral, yang semula hanya sebagai obat cacing, namun di beberapa negara, bahkan di beberapa daerah di Indonesia telah digunakan dan hasilnya cukup menggembirakan.
Demikian pula dengan kondisi tanpa masker baik yang kita saksikan di sinetron, bahkan penonton Euro 2021, yang membingungkan masyarakat yang sudah bosan menggunakan masker karena sudah hampir dua tahun menggunakannya.
Karena itu, sudah waktunya pemerintah, para cerdik cendekiawan, serta pengelola media satukan tekat menyajikan informasi yang informatif yang tidak saling bertentangan, sehingga tidak membingungkan masyarakat.
Kehati-hatian
Bagi pemerintah, menyampaikan informasi yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat itu adalah penting. Dengan demikian masyarakat akan tertarik dan akhirnya memiliki informasi yang cukup, termasuk dalam menghadapi kesulitannya.
Dengan demikian, maka koordinasi antar berbagai sektor adalah penting, sehingga masyarakat menerima informasi yang sama dan tidak membingungkan. Bagi kaum cerdik cendekiawan, akan lebih baik bila egosektoral diminimalkan, dan bila ada perbedaan didiskusikan tertutup, sehingga ketika keluar, utamanya melalui media sudah menjadi satu suara, sehingga tidak membingungkan masyarakat.
Bagi media, sebaiknya semua sajiannya disesuaikan kondisi riil yang ada di masyarakat, sehingga masyarakat tidak salah tafsir setelah mengaksesnya.
Melalui upaya tersebut diharapkan masyarakat akan menerima informasi yang jelas, utamanya terkait dengan manfaat yang akan mereka peroleh setelahnya