Home > EDITOR'S CHOICE > Bersiap Menghadap New Normal

Bersiap Menghadap New Normal

                                                       Oleh: Gunawan Witjaksana

Tampaknya kebijakan berdamai dengan Covid-19 segera akan diberlakukan. Presiden Jokowi pun telah menyampaikan hal tersebut.

Berharap lenyapnya virus Covid-19 dalam waktu dekat tampaknya tidak mungkin. Bahkan WHO pun juga memberikan signal yang senada. Vaksin pun belum ditemukan dan agaknya waktunya masih cukup panjang.

Obat serta vitamin yang berfungsi meningkatkan imunitas tubuh, termasuk dari bahan-bahan herbal seperti minyak astiri, empon- empon, mengkudu, dan sebagainya bahkan yang sudah mulai dipublikasikan serta digunakan tampaknya masih ditunggu kabar gembiranya.

Kebijakan PSBB dan sejenisnya yang sudah diterapkan di banyak wilayah dengan tujuan memutus rantai penyebaran virus, meski tampak menunjukkan dampak positif di bidang kesehatan, namun juga berdampak kurang menguntungkan di bidang ekonomi.

Secara ideal ke dua hal yang seharusnya berjalan beriringan tersebut ke depan perlu diupayakan. Pemerintah selaku regulator tentu harus mengupayakan secara maksimal hal tersebut. Namun, partisipasi masyarakat secara luas harus bisa berjalan beriringan.

Pertanyaannya, bagaimana upaya yang perlu dilakukan?. Serta bagaimana sikap masyarakat menghadapi kebijakan new normal yang langkah- langkahnya sudah mulai disosialisasikan dan tinggal nunggu kapan dimulainya saja?.

Kamuflase

Hingga saat ini banyak yang mempertanyakan bagaimana masyarakat kita bisa memasuki era new normal, wong baru diberi kelonggaran sedikit saja dengan mulai dibukanya transportasi umum dengan protokol yang ketat berbareng dengan turunnya THR dan BLT, dan sejenisnya, bandara, dan stasiun kereta api mulai berjubel. Demikian pula dengan mall dan pasar, bahkan pemudik yang sebenarnya dilarang pun berjubel dengan berbagai alasan pembenar (justification).

Melihat kenyataan itu, banyak yang menilai itu adalah keacuhan serta kendablegan masyarakat yang abai terhadap kerasnya upaya pemerintah, tenaga kesehatan, bahkan kesan mengerikannya orang yang positif terjangkit Covid-19, termasuk besarnya beaya bila berobat sendiri ke rumah sakit swasta.

Namun, sebenarnya bila kita cermati, fakta eforia penuhnya transportasi, mall, jalan atau pun pasar ini terkait dengan tradisi sosial budaya yang sudah mengakar di masyarakat kita terkait dengan Lebaran setelah sebulan berpuasa.

Meski sebenarnya memakai pakain baru, makan enak, serta mudik itu bukan berkaitan lansung dengan Idhul Fitri dari sisi akidah keagamaan. Namun, tradisi sosial budaya yang mengikut Idhul Fitri ini seolah sudah mendarah daging, yang bahkan sulit dihilangkan , meski teknologi komunikasi super canggih sudah tersedia.

Karena itu, ketika ada sedikit peluang, eforia hiruk pikuk serta keramaianlah yang terjadi. Mentalitet menerabas seperti yang disampaikan Prof. Koencaraningrat, mengalahkan upaya bersama memutus rantai penyebaran virus covid-19, bakhan tatkala dampaknya yang mengerikan pun telah terpublikasi.

Kebersamaan

Ke depan, setelah eforia budaya Idhul Fitri terlewati, mudah2an masyarakat mulai berfikir jernih kembali. Beratnya upaya bersama menanggulangi penyebaran covid-19, kebutuhan hidup, terutama Beaya sekolah anak, termasuk menjaga imunitas tubuh, tentu masyarakat akan mulai cermat, termasuk tatkala menerima bansos baik dari pemerintah ataupun lembaga lainnya.

Tentu sosialisasi terkait hal- hal  yang berkaitan dengan sikap serta perilaku dalam menghadapi era new normal, perlu dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan, termasuk memanfaatkan lembaga-lembaga informal sampai di tingkat paling bawah.

Dengan demikian masyarakat akan menjadi cukup informasi (well informed), sehingga akhirnya akan tahu, sadar akan manfaatnya baik bagi individu atau pun masyarakat secara luas, sehingga Insya Allah mereka akan berpartisipasi secara aktif.

Bila itu bisa terlaksana, maka kebijakan yang seolah merupakan pilihan kejam ( the cruel choice), seperti PSBB, pelan- pelan bisa dilonggarkan, bahkan dihilangkan saat masyarakat luas telah mampu berdamai dengan covid-19, dengan gaya hidup yang tetap memperhatikan protokol kesehatan, namun kebutuhan ekonominya tercukupi, sehingga pelan namun pasti kondisi negara pun akan berangsur normal kembali.

* Artikel ini telah dibaca 119 kali.
Gunawan Witjaksana
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang. Pengamat komunikasi dan media.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *